ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
#Softskill
BAB VI
Hukum Dagang
Pengertian Hukum Dagang
Apa yang dimaksud
dengan hukum dagang? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu kiranya di
kemukakan di sini bahwa selain istilah hukum dagang dalam berbagai kepustakaan,
ditemui juga istilah hukum perniagaan. Apabila di telusuri secara seksama apa
yang dibahas dalam kedua istilah tersebut, yakni hukum perniagaan dan hukum
dagang, pada dasarnya mengacu pada norma-norma yang diatur dalam KUHD.
Sedangkan dalam KUHD sendiri tidak di jelaskan apa yang dimaksud dengan hukum
perniagaan dan hukum dagang. Dalam pasal 1 KUHD hanya disebutkan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata tidak diadakan penyimpangan kasus maka beelaku juga
terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam kitab undang-undang ini.
Dari apa yang
dijelaskan dalam pasal 1 KUHD di atas, dapat diketahui bahwa keterkaitan antara
hukum perdata dan hukum dagang demikian erat. Keterkaitan ini dapat dilihat apa
yang dijabarkan dalam KHUPdt khususnya Buku III tentang perikatan. KUHD sendiri
dibagi dalam dua buku yaitu buku pertama tentang dagang pada umumnya (pasal
1-308) dan buku kedua tentang hak-hak dan kewajiban yang terbit dari pelayaran
(pasal 309-754). Tidak diberikannya defenisi apa yang dimaksud dengan hukum
dagang, barangkali pembentuk undang-undang berasumsi rumusan atau defenisi
hukum dagang sudah tercantum dalam pengertian perdagangan atau bisa juga
asumsinya rumusan tentang hukum dagang diserahkan pendapat para ahli hukum
sendiri.
Oleh karena itu, untuk
memahami makna hukum dagang, berikut dikutip berbagai pengertian hukum dagang
yang dikemukakan oleh para ahli hukum yaitu sebagai berikut:
1. Achmad
Ichsan mengemukakan:
Hukum dagang adalah
hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yaitu soal-soal yang timbul karena
tingkah laku manusia dalam perdagangan.
2. R.
Soekardono mengemukakan:
Hukum dagang adalah
bagian dari hukum perdata pada umumnya, yakni yang mengatur masalah perjanjian
dan perikatan yang diatur dalam buku III Burgerlijke Wetboek (BW) dengan kata
lain, hukum dagang adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur seseorang
dengan orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam
kodifikasi KUHD dan KUHPdt. Hukum dagang dapat pula dirumuskan adalah
serangkaian kaidah yang mengatur tentang dunia usaha atau bisnis dan dalam lalu
lintas perdagangan.
3. Fockema
Andreae mengemukakan:
Hukum dagang
(Handelsrecht) adalah keseluruhan dari atuaran hukum mengenai perusahaan dalam
lalu lintas perdagangan, sejauh mana diatur dalam KUHD dan beberapa
undang-undang tambahan. Di Belanda hukum dagang dan hukum perdata dijadikan
satu buku, yaitu Buku II dalam BW baru Belanda.
4. H.M.N.
Purwosutjipto mengemukakan:
Hukum dagang adalah
hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.
5. Sri
Redjeki Hartono mengemukakan:
Hukum dagang dalam
pemahaman konvensional merupakan bagian dari bidang hukum perdata atau dengan
perikatan lain selain disebut bahwa hukum perdata dalam pengertian luas,
termaksud hukum dagang merupakan bagian-bagian asas-asas hukum perdata pada
umumnya.
6. J.
van Kan dan J. h. Beekhuis, mengemukakan:
Hukum perniagaan adalah
hukum mengenai perniagaan adalah rumpunan kaidah yang mengatur secara memaksa
perbuatan-perbuatan orang dalam perniagaan. Perniagaan secara yuridis berarti,
membeli dan menjual dan mengadakan berbagai perjanjian, yang mempermudah dan
memperkembangkan jual beli. Dengan demikian, hukum perniagaan adalah tidak lain
dari sebagian dari hukum perikatan dan bahkan untuk sebagian besar hukum
perjanjian.
7. M.
N. Tirtaamidjaja mengemukakan:
Hukum perniagaan adalah
hukum yang mengatur tingkah laku orang-orang yang turut melakukan perniagaan.
Sedangkan perniagaan adalah pemberian perantaraan antara produsen dan konsumen,
membeli dan menjual dan membuat perjanjian yang memudahkan dan memajukan pembelian
dan penjulan itu. Sekalipun sumber utama hukum perniagaan adalah KUHD akan
tetapi tidak bisa dilepaskan dari KUHPdt.
8. KRMT.
Titodiningrat mengemukakan:
Hukum dagang merupakan
bagian dari hukum perdata yang mempunyai aturan-aturan mengenai hubungan berdasarkan
atas perusahaan. Peraturan-peraturan mengenai perusahaan tidak hanya dijumpai
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) melainkan juga berupa
Undang-Undang di luarnya. KUHD dapat disebut sebagai perluasan KUHPdt.
9. Ridwan
Khairandy (dkk.) mengemukakan:
Sebagai akibat adanya
kodifikasi hukum perdata dalam KUHPdt dan hukum dagang dalam KUHD, maka di
negara-negara yang menganut hukum sipil (kontinental) termaksud Indonesia
dianut bahwa hukum dagang merupakan bagian dari hukum perdata. Lebih tegas lagi
dikatakan bahwa hukum dagang merupaka hukum perdata khusus. Dalam kepustakaan
hukum anglo saxon atau common law khususnya anglo american, hukum bisnis bukan
merupakan cabang atau bagian tunggal hukum tertentu.
Dalam rangka untuk
memperkaya wawasan tentang pengertian hukum dagang (commercial law), berikut
dikutip beberapa pemikiran yang dikemukakan oleh para ahli yang berasal dari
negara yang menganut sistem hukum common law, antara lain:
1. John
E. Murray Jr. dan Harry M. Flechther, mengemukakan:
“Traditionally called
the law of ‘sales’, for much of the last century the focus was on sale of
tangible, moveable (goods) as governed by article 2 of the Unifrom Commercial
Code (UCC).
2. Clayton
P. Gillette dan Steven D. Walt, Mengemukakan:
“Sales law involves
legal doctrines that regulate the relationship between the paties involved in
an exchange of goods for a price. As a general matter, sales law only addresses
transfer of tangible personal property, not real estate or intangibles such as
intellectual property rights, Sales law, is an subset of contract law.
3. Iwan
R. Davies, mengemukakan:
“The concern of
commercial law should focus upon the commercial sense of the transaction and
the parties them selves. In this regart, it is important to refer to the
principles of commercial law which are essentially tools in serving the needs
of the bussiness community.
Dari berbagai
penghasilan hukum dagang sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli hukum di
atas tampak bahwa, ada satu benang merah yang dapat dijadikan sebagai titik
awal untuk melihat apa makna hukum dagang. Benang merah yang dimaksud adalah
pada hakikatnya hukum dagang sebagai suatu norma yang digunakan dalam
menjalankan suatu kegiatan dunia usaha. Dengan kata lain, hukum dagang adalah
serangkaian norma yang timbul khusus dalam dunia usaha atau kegiatan
perusahaan. Norma tersebut dapat bersumber, baik pada aturan hukum yang sudah
dikodifikasikan, yaitu dalam KUHPdt dan KUHD maupun diluar kodifikasi. Perlu
juga dikemukakan disini, bahwa hal yang diatur dalam kodifikasi tersebut secara
parsial telah diatur dalam undang-undang tersendiri, seperti halnya tentang
perseroan terbatas, sudah diatur dalam undang-undang tersendiri. Di sisi lain
perkembangan dunia usaha sendiri berkembang demikian cepat sehingga memerlukan
pengaturan tersendiri yang sebelumnya belum diatur dalam kedua kodifikasi
tersebut.
Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Emmy Pangaribuan Simanjuntak, tidak semua materi hukum dagang
diatur secara lengkap dalam KUHD, sebab masih ada juga materi hukum dagang yang
diatur di luar KUHD. Jika dibandingkan antara apa yang diatur di dalam KUHD dan
kenyataan dalam praktik, tidaklah berlebihan, jika dikemukakan banyak ketentuan
yang diatur dalam KUHD tidak sesuai lagi dengan perkembangan dalam praktik. Hal
ini dapat dimaklumi, mengingat perkembangan dunia demikian cepat. Oleh karena
itu, tidaklah mengherankan jika ketentuan tentang hukum dagang yang hanya
mengandalkan kepada KUHD tidak memadai. Untuk itu, perlu dilakukan pembaharuan
dalam hukum dagang pembaruan dalam bidang hukum dagang, tidak berarti
penghapusan semua peraturan yang ada sekarang. Pembaharuan hukum dagang yang
dimaksud di sini, dapat berarti :
1. Membuaat
peraturan baru mengenai materi tertentu yang sama sekali belum pernah diatur.
2. Penghapusan
beberapa ketentuan dalam suatu peraturan yang telah ada yang tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan dalam praktik.
3. Menambah
atau melengkapi suatu peraturan yang telah ada dengan satu atau beberapa
ketentuan.
4. Penyesuaian
atau harmonisasi peraturan nasional dengan peraturan internasional.
5. Mencabut
peraturan yang telah ada dan menggantinya dengan peraturan baru;
6. Mencabut
peraturan yang dipandang tidak perlu lagi.
Dari berbagai
pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Hukum dagang ialah aturan-aturan
hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lainnya, khusunya
dalam perniagaan.
Hukum dagang adalah
hukum perdata khusus. Pada mulanya kaidah hukum yang kita kenal sebagai hukum
dagang saat ini mulai muncul dikalangan kaum pedagang sekitar abad ke-17.
Kaidah-kaidah hukum tersebut sebenarnya merupakan kebiasaan diantara mereka
yang muncul dalam pergaulan di bidang perdagangan. Ada beberapa hal yang diatur
dalam KUH Perdata diatur juga dalam KUHD. Jika demikian adanya,
ketenutan-ketentuan dalam KUHD itulah yang akan berlaku. KUH Perdata merupakan
lex generalis(hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum
khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis
derogat lex generalis (hukum khusus menghapus hukum umum).
1.
Hubungan antara Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hubungan antara Hukum Perdata dengan
Hukum Dagang
Hukum dagang dan hukum
perdata adalah dua hukum yang saling berkaitan. Hal ini dapat dibuktikan di
dalam Pasal 1 dan Pasal 15 KUH Dagang.
Hukum Perdata adalah
ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam
masyarakat.
Berikut beberapa pengertian dari Hukum
Perdata:
1.
Hukum Perdata adalah rangkaian
peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu
dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan
2.
Hukum Perdata adalah ketentuan-ketentuan
yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingannya.
3.
Hukum Perdata adalah ketentuan dan
peraturan yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam
usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.
Hukum dagang ialah
aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lainnya,
khusunya dalam perniagaan.
Sistem hukum dagang
menurut arti luas dibagi 2 : tertulis dan tidak tertulis tentang aturan
perdagangan.
Hukum Dagang Indonesia terutama
bersumber pada :
1) Hukum
tertulis yang dikodifikasikan :
a. Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab
Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2) Hukum
tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang
mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil,
1985:7).
Sifat hukum dagang yang
merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Pasal 1 KUH Dagang, disebutkan bahwa KUH
Perdata seberapa jauh dari padanya kitab ini tidak khusus diadakan
penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam
kitab ini.
Pasal 15 KUH Dagang, disebutkan bahwa
segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak
yang bersangkutan oleh kitab ini dan oleh hukum perdata.
Pada awalnya hukum
dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seiring berjalannya waktu hukum
dagang mengkodifikasi (mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga
terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah
berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer
).
Antara KUHperdata
dengan KUHdagang mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat dari isi
Pasal 1Kuh dagang, yang isinya sebagai berikut:
Adapun mengenai
hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum yang
khusus: KUH dagang mengesampingkan hukum yang umum: KUHperdata.
Prof. Subekti
berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak
pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum
perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan
suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah
berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal
peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan
antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
2.
Berlakunya Hukum Dagang
Berlakunya Hukum Dagang
Perkembangan hukum
dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang
terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan
perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa,
Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ). Tetapi
pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelesaikan
perkara-perkara dalam perdagangan, maka dibuatlah hokum baru di samping hokum
Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang berlaku bagi
golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya mengatur perkara
di bidang perdagangan (peradilan perdagangan) dan hokum pedagang ini bersifat
unifikasi.
Karena bertambah
pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hokum
dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert
dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun
ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tentang kedaulatan.
Dan pada tahun 1807 di
Perancis di buat hokum dagang tersendiri dari hokum sipil yang ada yaitu (CODE
DE COMMERCE ) yang tersusun dari ordonnance du commerce (1673) dan ordonnance
du la marine(1838). Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hokum dagang
tersendiri yaitu KUHD belanda, dan pada tahun 1819 direncanakan dalam KUHD ini
ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus. Lalu pada tahun 1838 akhirnya
di sahkan KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi
contoh bagi pemmbuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848. Dan pada akhir abad
ke-19 Prof. molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD
Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri (1893 berlaku 1896). Dan sampai
sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu, tentang dagang umumnya dan
tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran.
3.
Hubungan antara Pengusaha dan Pembantunya
Hubungan antara Pengusaha dan
Pembantunya
Pengusaha adalah orang
yang mengerjakan usaha, dia relatif tidak tergantung pada orang lain, menjadi
boss bagi dirinya sendiri, jatuh bangun atas kemampuannya sendiri. Biasanya,
pengusaha akan senantiasa bersifat profit oriented. Dalam bahasa kerennya,
mereka disebut sebagai enterpreneur.
Dalam menjalankan perusahannya pengusaha
dapat:
a. Melakukan
sendiri, Bentuk perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaan dilakukan
sendiri, merupakan perusahaan perseorangan.
b. Dibantu
oleh orang lain, Pengusaha turut serta dalam melakukan perusahaan, jadi dia
mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan dan
merupakan perusahaan besar.
c. Menyuruh
orang lain melakukan usaha sedangkan dia tidak ikut serta dalam melakukan
perusahaan, Hanya memiliki satu kedudukan sebagai seorang pengusaha dan
merupakan perusahaan besar.
Sebuah perusahaan dapat
dikerjakan oleh seseorang pengusaha atau beberapa orang pengusaha dalam bentuk
kerjasama. Dalam menjalankan perusahaannya seorang pengusaha dapat bekerja
sendirian atau dapat dibantu oleh orang-orang lain disebut “pembantu-pembantu
perusahaan”. Orang-orang perantara ini dapat dibagi dalam dua golongan.
Golongan pertama terdiri dari orang-orang yang sebenarnya hanya buruh atau
pekerja saja dalam pengertian BW dan lazimnya juga dinamakan handels-bedienden.
Dalam golongan ini termasuk, misal pelayan, pemegang buku, kassier, procuratie
houder dan sebagainya. Golongan kedua terdiri dari orang-orang yang tidak dapat
dikatakan bekerja pada seorang majikan, tetapi dapat dipandang sebagai seorang
lasthebber dalam pengertian BW. Dalam golongan ini termasuk makelar,
komissioner.
Namun, di dalam
menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha
tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut
dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk
membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat
dibagi menjadi 2 fungsi :
1. Membantu
didalam perusahaan,
2. Membantu
diluar perusahaan.
1. Adapun
pembantu-pembantu dalam perusahaan antara lain:
a) Pelayan
toko,
b) Pekerja
keliling,
c) Pengurus
filial,
d) Pemegang
prokurasi,
e) Pimpinan
perusahaan.
Hubungan hukum antara pimpinan
perusahaan dengan pengusaha bersifat :
(1) Hubungan
perburuhan, yaitu hubungan yang subordinasi antara majikan dan buruh, yang
memerintah dan yang diperintah. Manager mengikatkan dirinya untuk menjalankan
perusahaan dengan sebaik-baiknya, sedangkan pengusaha mengikatkan diri untuk
membayar upahnya (pasal 1601 a KUHPER).
(2) Hubungan pemberian
kekuasaan, yaitu hubungan hukum yang diatur dalam pasal 1792 dsl KUHPER yang
menetapkan sebagai berikut ”pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, dengan
mana seorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya untuk
atas nama pemberi kuasa menyelenggarakan suatu urusan”. Pengusaha merupakan
pemberi kuasa, sedangkan si manager merupakan pemegang kuasa. Pemegang kuasa
mengikatkan diri untuk melaksakan perintah si pemberi kuasa, sedangkan si
pemberi kuasa mengikatkan diri untuk memberi upah sesuai dengan perjanjian yang
bersangkutan.
Dua sifat hukum
tersebut di atas tidak hanya berlaku bagi pimpinan perusahaan dan pengusaha,
tetapi juga berlaku bagi semua pembantu pengusaha dalam perusahaan, yakni:
pemegang prokurasi, pengurus filial, pekerja keliling dan pelayan toko. Karena
hubungan hukum tersebut bersifat campuran, maka berlaku pasal 160 a KUHPER,
yang menentukan bahwa segala peraturan mengenai pemberian kuasa dan mengenai
perburuhan berlaku padanya. Kalau ada perselisihan antara kedua peraturan itu,
maka berlaku peraturan mengenai perjanjian perburuhan (pasal 1601 c ayat (1)
KUHPER.
2. Adapun
pembantu-pembantu luar perusahaan antara lain:
a) Agen
perusahaan
Hubungan pengusaha
dengan agen perusahaan adalah sama tinggi dan sama rendah, seperti pengusaha
dengan pengusaha. Hubungan agen perusahaan bersifat tetap. Agen perusahaan juga
mewakili pengusaha, maka ada hubungan pemberi kuasa. Perjanjian pemberian kuasa
diatur dalam Bab XVI, Buku II, KUHPER, mulai dengan pasal 1792, sampai dengan
1819. Perjanjian bentuk ini selalu mengandung unsur perwakilan (volmacht) bagi
pemegang kuasa (pasal 1799 KUHPER). Dalam hal ini agen perusahaan sebagai
pemegang kuasa, mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama pengusaha.
b) Perusahaan
perbankan,
c) Pengacara,
d) Notaris,
e) Makelar,
f) Komisioner.
4.
Kewajiban Pengusaha
Pengusaha dan Kewajibannya
Kewajiban adalah
pembatasan atau beban yang timbul karena hubungan dengan sesama atau dengan
negara. Maka dalam perdagangan timbul pula hak dan kewajiban pada pelaku-pelaku
dagang tersebut.
Menurut undang-undang,
ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan, yaitu :
1. Membuat
pembukuan ( sesuai dengan Pasal 6 KUH Dagang Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997
tentang dokumen perusahaan ), dan di dalam pasal 2 undang-undang nomor 8 tahun
1997 yang dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari dokumen keuangan dan
dokumen lainnya.
a. Dokumen
keuangan terdiri dari catatan ( neraca tahunan, perhitungan laba, rekening,
jurnal transaksi harian )
b. Dokumen
lainnya terdiri dari data setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai
nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait langsung dengan dokumen
keuangan.
- Mendaftarkan perusahaannya ( sesuai Undang-undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib daftar perusahaan ).
Dengan
adanya undang-undang nomor 3 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan maka
setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan, menurut hukum wajib untuk
melakukan pemdaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya
sejak tanggal 1 juni 1985.
Berdasarkan pasal 25
undang-undang nomor 3 tahun 1982, daftar perusahaan hapus, jika terjadi :
a. Perusahaan
yang bersangkutan menghentikan segala kegiatan usahanya,
b. Perusahaaan
yang bersangkutan berhenti pada waktu akta pendiriannya kadarluasa,
c. Perusahaan
yang bersangkutan dihentikan segala kegiatan usahanya berdasarkan suatu putusan
pengadilan negeri yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Hak dan Kewajiban pengusaha adalah :
a. Berhak
sepenuhnya atas hasil kerja pekerja,
b. Berhak
melaksanakan tata tertib kerja yang telah dibuat,
c. Memberikan
pelatihan kerja (pasal 12),
d. Memberikan
ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya
(pasal 80),
e. Dilarang
memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada
ijin penyimpangan (pasal 77),
f. Tidak
boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan,
g. Bagi
perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat
peraturan perusahaan,
h. Wajib
membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada hari libur resmi,
i.
Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya
(THR) kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus
menerus atau lebih,
j.
Pengusaha dilarang membayar upah lebih
rendah dari upah minimum (pasal 90),
k. Wajib
mengikutsertakan dalam program Jamsostek (pasal 99)
No comments:
Post a Comment