TUGAS
SOFTSKILL
AKUNTANSI INTERNASIONAL
AKUNTANSI INTERNASIONAL
E-Jurnal
Manajemen Unud, Vol. 5, No. 4, 2016: 2484-2510 ISSN
: 2302-8912
PENGARUH SUKU BUNGA SBI, INFLASI, DAN
FUNDAMENTAL PERUSAHAAN TERHADAP HARGA
SAHAM INDEKS LQ-45 DI BEI
Ayu Dek Ira Roshita Dewi 1
Luh Gede Sri Artini2
1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
(Unud), Bali, Indonesia
e-mail:
roshitadewi5@gmail.com / telp: +6285 738 455 596
ABSTRAK
Harga saham
merupakan cerminan dari nilai perusahaan. Fluktuasi harga saham bukan hanya
dapat dipengaruhi oleh kondisi internal perusahaan tetapi juga dipengaruhi oleh
kondisi makro ekonomi dan industri suatu perusahaan. Tujuan dari penelitian ini
yaitu untuk mengetahui signifikansi pengaruh suku bunga SBI dan inflasi, serta
fundamental perusahaan (earning per
share, return on equity, dan debt to equity ratio) terhadap harga saham
pada perusahaan Indeks LQ-45 di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2011-2014.
Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 23 perusahaan yang diambil dengan
menggunakan metode purposive sampling.
Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda. Hasil
analisis data menunjukkan bahwa earning
per share (EPS) dan return on equity
(ROE) secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham,
sedangkan variabel suku bunga SBI, inflasi, dan debt to equity ratio (DER) secara parsial berpengaruh tidak
signifikan terhadap harga saham pada perusahaan indeks LQ-45 di BEI periode
2011-2014.
Kata Kunci:
Suku Bunga SBI, Inflasi, earning per
share (EPS), return on equity (ROE),
debt to equity ratio (DER), Harga
Saham.
PENDAHULUAN
Pasar
modal Indonesia saat ini telah berkembang pesat serta berperan penting dalam
memobilisasi dana investor yang akan berinvestasi. Investasi saham adalah salah
satu bentuk investasi yang paling diminati di pasar modal karena investasi
saham dapat memberikan dua macam keuntungan bagi investor yaitu berupa capital gain dan dividen. Adanya
informasi yang terpercaya dan relevan mengenai dinamika stock price di pasar modal sangat diperlukan bagi investor untuk
dapat memperoleh keuntungan yang maksimum atas investasi saham yang dilakukan
(Putra, 2014). Informasi ini nantinya akan digunakan dalam penilaian investasi
saham guna menentukan keputusan investasi yang tepat.
Menurut
Nurmalasari (2009) harga saham menunjukkan nilai perusahaan. Semakin tinggi
harga saham bisa diartikan bahwa semakin tinggi pula nilai perusahan tersebut,
begitu pula sebaliknya. Menurut Anoraga et al (2009:59), harga saham juga
merupakan harga pasar atau market price,
yaitu harga saham pada pasar riil serta yang paling mudah ditentukan karena
merupakan harga dari suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung. Apabila
pasar sudah ditutup, maka harga pasar adalah harga penutupan atau disebut closing price. Harga saham terus
berfluktuasi tergantung dari prospek perusahaan di masa yang akan datang
serta jumlah
permintaan dan penawaran atas saham tersebut.
Setiap
sekuritas memiliki intensitas transaksi yang berbeda-beda di pasar modal.
Sebagian sekuritas aktif diperdagangkan, namun sebagian sekuritas lainnya
cenderung bersifat pasif (Tandelilin, 2010:87). Intensitas transaksi saham ini
akan berdampak pada nilai Indeks Harga Saham yang merupakan cerminan dari
pergerakan harga saham dan nantinya akan mempengaruhi kinerja bursa secara
keseluruhan. Salah satu jenis indeks harga saham di BEI yang sangat aktif diperdagangkan
adalah Indeks LQ-45 yang terdiri dari 45 saham unggulan dengan tingkat
likuiditas yang tinggi dan kapitalisasi pasar yang besar serta telah lolos uji menurut
beberapa kriteria pengujian (Tandelilin, 2010:87).
Penilaian
investasi saham dapat dibagi menjadi dua macam analisis yaitu analisis teknikal
dan fundamental. Analisis teknikal menitikberatkan pada bagaimana memprediksi
arah pergerakan harga saham serta indikator pasar saham lainnya melalui studi
grafik historis (Tandelilin, 2010:392). Sedangkan analisis fundamental menurut
Darmadji (2012:189) merupakan salah satu cara penilaian saham dengan
mempelajari atau mengamati berbagai indikator tidak hanya dari data-data
perusahaan tetapi juga terkait kondisi makro ekonomi dan kondisi industri suatu
perusahaan. Penelitian ini menggunakan metode analisis fundamental dengan
pendekatan top-down. Pendekatan ini
dilakukan melalui tiga tahapan yaitu dengan mengidentifikasi pengaruh faktor
makro ekonomi, industri, dan fundamental perusahaan (Tandelilin, 2010:339).
Penelitian ini menggunakan dua tahap pendekatan top-down yaitu factor makro
ekonomi dan fundamental perusahaan. Faktor makro ekonomi dicerminkan melalui
suku bunga SBI dan inflasi dan faktor fundamental perusahaan dicerminkan
melalui earning per share (EPS), return on equity (ROE), dan debt to equity ratio (DER).
Suku
bunga SBI adalah instrumen suku bunga yang dikeluarkan oleh BI untuk mengontrol
peredaran uang di masyarakat (Rismawati, 2010). Suku bunga SBI adalah bentuk
cerminan kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada tingkat
suku bunga serta diumumkan kepada publik (Bank Indonesia, 2013). Perubahan
tingkat suku bunga SBI dapat memicu pergerakan di pasar saham karena kenaikan
suku bunga SBI akan mendorong investor untuk menginvestasikan dana mereka di
sektor perbankan, bukan pada saham yang memiliki risiko yang lebih besar
(Purnamawati, 2015). Menurut Amin (2013) perubahan yang terjadi pada suku bunga
SBI akan mempengaruhi tingkat suku suku bunga kredit dan tingkat suku bunga
deposito di masyarakat sehingga investor akan menarik investasinya pada saham
dan mengalihkannya dalam bentuk tabungan dan deposito. Harga saham di pasar
akan turun karena berkurangnya permintaan akan saham tersebut. Penelitian yang
dilakukan oleh Alam (2009) menyatakan bahwa tingkat suku bunga SBI memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap harga saham. Hasil yang berbeda
diperoleh oleh Liauw (2012), Nugraha (2014) dan Aurora (2013) yang menyatakan
bahwa suku bunga SBI berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham.
Beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Amperaningrum et al (2011)
dan Kewal (2012) menemukan hasil bahwa suku bunga SBI berpengaruh tidak signifikan
terhadap harga saham.
Harga
saham juga dapat dipengaruhi oleh inflasi. Menurut Tandelilin (2010:342),
inflasi adalah kecenderungan terjadi peningkatan pada harga produk secara
menyeluruh sehingga menyebabkan terjadinya penurunan daya beli uang. Tingkat
inflasi yang tinggi akan menyebabkan biaya produksi yang harus ditanggung
perusahaan juga ikut naik dan daya beli masyarakat akan turun dan hal ini juga
akan mempengaruhi pasar modal secara tidak langsung. Ketertarikan investor
untuk berinvestasi saham akan menurun sehingga permintaan saham berkurang dan
kemudian akan menyebabkan harga saham ikut menurun. Penelitian yang dilakukan
oleh Yogaswari (2012) dan Nugraha (2014) menyatakan bahwa inflasi berpengaruh
positif signifikan terhadap harga saham. Hasil yang berbeda didapatkan oleh
Mousa (2012) serta Safitri dan Kumar (2014) yang menyatakan bahwa inflasi
berpengaruh negatif terhadap harga saham. Penelitian yang dilakukan oleh Aurora
dan Riyadi (2013) serta Nugroho (2008) menyatakan bahwa inflasi berpengaruh
tidak signifikan terhadap harga saham.
Menurut
Wang, et al. (2013), rasio keuangan
yang sering digunakan dalam mengukur harga saham adalah Earning Per Share (EPS) dan Return
On Equity (ROE). EPS adalah bentuk pemberian keuntungan kepada pemegang
saham atas setiap lembar saham yang dimilikinya dan dapat dihitung dengan
membagi antara laba per lembar saham dengan jumlah saham yang beredar (Fahmi,
2012:97). Semakin tinggi nilai EPS perusahaan maka akan meningkatkan harga
saham perusahaan bersangkutan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hatta (2012), Ratih (2013) dan Sari (2014) menemukan bahwa EPS berpengaruh
positif signifikan terhadap harga saham, namun hasil berbeda ditemukan oleh
Menike (2014) dan Haque (2013) bahwa EPS berpengaruh negatif terhadap harga
saham.
Rasio Return On Equity (ROE) digunakan untuk
mengukur keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba atau keuntungan bagi
para pemegang saham atas modal yang telah diinvestasikan (Mardiyanto,
2009:196). Menurut Hutami (2012), nilai ROE akan meningkat dengan adanya
peningkatan laba bersih sehingga investor tertarik untuk membeli saham tersebut
dan harga saham perusahaan tersebut akan mengalami kenaikan. Penelitian yang
dilakukan oleh Mustafa (2014) dan Astutik (2014) menemukan bahwa ROE
berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham. Wang, et al (2013) menemukan bahwa ROE merupakan variabel dengan pengaruh
paling signifikan dan berpengaruh langsung terhadap harga saham, namun hasil
yang berbeda ditemukan oleh Octavia (2010) yang menemukan bahwa ROE tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham.
Menurut
Husnan (2009:70) DER merupakan salah satu rasio keuangan yang mengukur seberapa
besar kemampuan perusahaan dalam melunasi hutang dengan modal yang dimiliki.
Semakin tinggi nilai DER menunjukkan bahwa semakin besar proporsi utang
perusahaan, yang akan mendorong risiko yang lebih tinggi dalam investasi
sehingga berinvestasi pada perusahaan tersebut akan dihindari oleh investor
(Hatta dan Dwiyanto, 2012). Penelitian oleh Pradipta (2012) menemukan hasil
bahwa DER berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham. Berbeda dengan
Hatta (2012) dan Widaningsih (2013) yang menemukan bahwa DER berpengaruh
negatif signifikan terhadap harga saham. Hasil berbeda
juga didapatkan
oleh Safitri (2013), Astutik et al.
(2014) yang menyatakan bahwa DER berpengaruh tidak signifikan terhadap harga
saham.
Berdasarkan
uraian latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai
berikut: 1) Apakah suku bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap harga saham?
2) Apakah inflasi berpengaruh signifikan terhadap harga saham? 3) Apakah Earning Per Share (EPS) berpengaruh
signifikan terhadap harga saham? 4) Apakah Return
on Equity (ROE) berpengaruh signifikan terhadap harga saham? 5) Apakah Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh signifikan
terhadap harga saham?
Berdasarkan
uraian latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi pengaruh parsial antara
variabel suku bunga SBI, inflasi, EPS, ROE, dan DER terhadap harga saham.
Hasil
dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, yaitu
diharapkan dapat memberikan kontribusi empiris kepada manajemen keuangan
khususnya mengenai pengaruh suku bunga SBI dan tingkat inflasi, serta
fundamental perusahaan (EPS, ROE, dan DER), terhadap harga saham serta manfaat
secara praktis yaitu diharapkan dapat memberikan informasi kepada investor
dalam pengambilan keputusan, khususnya mengenai pengaruh suku bunga SBI dan
tingkat inflasi, serta fundamental perusahaan (EPS, ROE, dan
DER), terhadap
harga saham pada perusahaan indeks LQ-45 periode 2011-2014.
Peningkatan
suku bunga SBI diikuti dengan peningkatan suku bunga simpanan akan menyebabkan
investor cenderung mengalihkan dananya dalam bentuk simpanan deposito dengan
estimasi tingkat pendapatan/return yang diperoleh lebih tinggi dan tingkat
risiko lebih rendah daripada jika berinvestasi pada saham (Tandelilin,
2010:343). Tingkat penawaran saham akan meningkat karena banyak investor yang
menjual sahamnya sedangkan tingkat permintaan saham tetap sehingga harga saham
akan turun atau berpengaruh secara negatif. Hal ini diperkuat oleh hasil
penelitian dari Permana (2009), Kewal (2012), Yogaswari (2012) dan Aurora
(2013) menyatakan bahwa tingkat bunga SBI memiliki pengaruh negatif signifikan
terhadap harga saham. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1: Suku Bunga SBI
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Harga Saham.
Tingkat
inflasi yang tinggi biasanya akan dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang
overheated atau dapat diartikan kecenderungan kenaikan harga barang akibat
terlalu tingginya tingkat permintaan atas produk hingga melebihi kapasitas
penawaran produknya (Tandelilin, 2012:343). Kenaikan harga kebutuhan pokok dan
bahan baku produksi menyebabkan biaya produksi perusahaan juga akan ikut naik
karena. Hal ini juga akan mempengaruhi pasar modal dimana permintaan saham akan
menurun karena penurunan daya beli investor. Dampaknya adalah jumlah saham yang
ditawarkan akan lebih banyak daripada jumlah permintaan saham sehingga harga
saham akan mengalami penurunan. Hasil penelitian dari Aurora (2013), Yogaswari
(2012) dan Sihaloho (2013) menemukan bahwa inflasi berpengaruh negatif
signifikan terhadap harga saham. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H2:
Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Harga Saham.
Menurut
Darmadji (2012:97), rasio EPS menunjukkan besarnya keuntungan yang dapat
diperoleh pemegang saham per lembar saham yang dimiliki. Semakin tinggi nilai
EPS merupakan kabar baik bagi pemegang saham karena semakin besar laba yang
akan diperoleh pemegang saham. Rasio EPS sering digunakan oleh manajemen untuk
dapat menarik minat calon investor ntuk berinvestasi pada saham perusahaan bersangkutan.
Nilai EPS yang terus meningkat akan menarik minat investor untuk berinvestasi
saham pada perusahaan tersebut sehingga harga saham juga akan meningkat karena
tingginya permintaan. Pernyataan tersebut didukung oleh beberapa penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Pasaribu (2008), Amalia (2010), Silviana (2013), dan
Widaningsih (2013) yang menemukan hasil bahwa secara parsial EPS memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap harga saham. Hal serupa juga ditemukan oleh
Malhotra (2013) dan Putranto (2014) bahwa earning
per share EPS berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham.
Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
H3: Earning Per Share (EPS) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap harga saham.
Return On Equity (ROE) digunakan untuk mengukur keberhasilan perusahaan
dalam menghasilkan keuntungan atau laba untuk pemegang saham. ROE dianggap
sebagai representasi dari kekayaan pemegang saham atau nilai perusahaan
(Mardiyanto, 2009:196). Nilai ROE semakin tinggi menunjukkan bahwa kinerja
perusahaan tersebut semakin baik dalam mengelola modal yang tersedia untuk
dapat menghasilkan laba. Chrisna (2011) dalam Hutami (2012) menyatakan bahwa
setiap kenaikan nilai ROE maka biasanya harga saham perusahaan bersangkutan
juga akan mengalami kenaikan. Semakin tinggi ROE berarti semakin efisien
penggunaan modal sendiri yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan bagi pemegang saham. Teori tersebut didukung dengan penelitian yang
telah dilakukan oleh Kusumawardani (2011), Wang et al. (2013), dan Sari (2014) menyatakan bahwa ROE berpengaruh
positif signifikan terhadap harga saham. Hal ini berarti semakin tinggi nilai
ROE maka akan berdampak pada peningkatan harga saham. Berdasarkan uraian
tersebut maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
H4: Return On Equity (ROE) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap Harga Saham.
Rasio
debt to equiy ratio (DER) digunakan
untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam melunasi utang dengan modal yang
dimiliki (Husnan, 2009:70). Sudana (2011:153) menyatakan bahwa semakin besar
penggunaan utang dibandingkan dengan modal sendiri mengakibatkan penurunan
nilai perusahaan tersebut. Investor cenderung akan menghindari berinvestasi
pada perusahaan dengan DER yang tinggi karena semakin tinggi penggunaan hutang
maka dividen yang seharusnya dibagikan kepada pemegang saham akan berkurang
karena laba yang diperoleh digunakan untuk membayar utang perusahaan. Hal ini menyebabkan
investor menjadi tidak tertarik untuk berinvestasi pada saham tersebut sehingga
permintaan saham akan menurun dan harga saham juga ikut menurun. Teori tersebut
diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Hatta (2012), Widaningsih
(2013), serta Ratih (2013) menyatakan bahwa DER berpengaruh negatif signifikan
terhadap harga saham. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H5: Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap Harga Saham.
METODE PENELITIAN
Lokasi
penelitian ini dilakukan pada perusahaan Indeks LQ-45 yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode 2011-2014 yang diakses melalui situs www.idx.co.id. Penelitian ini
menggunakan data kuantitatif dan data kualitatif serta sumber data sekunder
yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia.
Variabel
dalam penelitian ini diantaranya adalah Harga Saham (dalam satuan rupiah), Suku
Bunga SBI (dalam satuan persen), Inflasi (dalam satuan persen), Earning Per Share (dalam satuan rupiah),
Return On Equity (dalam satuan
persen), dan Debt To Equity Ratio (dalam satuan persen).
Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang sahamnya tergabung dalam
Indeks LQ-45 di BEI selama periode penelitian 2011-2014. Metode pengambilan
sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling. Kriteria pemilihan
sampel penelitian yaitu perusahaan yang aktif tercatat/terdaftar sebanyak
delapan (8) kali secara berturut-turut di Indeks LQ-45 selama periode penelitian
2011-2014, atau dapat dilihat pada Tabel 1.
Penelitian
ini menggunakan teknik Analisis Regresi Linier Berganda. Regresi Linier
Berganda digunakan untuk mengetahui suku bunga SBI, Inflasi, dan Fundamental
Perusahaan (EPS, ROE, dan DER) terhadap harga saham, dengan model regresi
sebagai berikut:
Y = a + b1X1
+ b2X2 + b3X3 + b4X4
+ b1X5 + e
Keterangan:
Y = Harga Saham
X1 = Suku Bunga SBI
X2 = Inflasi
X3 = Earning Per Share (EPS)
X4 = Return
On Equity (ROE)
X5 = Debt
To Equity Ratio (DER)
a = Nilai Konstanta
b1 = Koefisien Regresi Suku Bunga SBI
b2 = Koefisien Regresi Inflasi
b3 = Koefisien Regresi Earning Per Share (EPS)
b4 = Koefisien Regresi Return On Equity (ROE)
b5 = Koefisien Regresi Debt To Equity Ratio (DER)
e = error
atau sisa (residual)
Dari
hasil uji statistik deskriptif pada Tabel 2. diatas, diperoleh informasi mengenai
nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata, dan standar deviasi tiap variabel
penelitian.
Nilai
minimum suku bunga SBI sebesar 5,77 persen merupakan nilai pada tahun 2012,
sedangkan nilai maksimum sebesar 7,53 persen terjadi pada tahun 2014. Pada
variabel nilai terendah sebesar 4,28 persen adalah nilai Inflasi pada tahun
2012, sedangkan nilai tertinggi sebesar 6,95 persen merupakan nilai pada tahun
2013. Variabel Earning Per Share
(EPS) memiliki nilai minimum sebesar 28,45 dimiliki oleh Kalbe Farma, Tbk tahun
2012, dan nilai maksimum dimiliki oleh Astra Internasional, Tbk. dan Indo
Tambangraya Megah, Tbk pada tahun 2011. Nilai terendah Return On Equity (ROE) dimiliki oleh Adaro Energi, Tbk pada tahun
2014, sedangkan nilai tertinggi dimiliki oleh Unilever Indonesia, Tbk pada
tahun 2013. Variabel Debt To Equity Ratio
(DER) dengan nilai minimum sebesar 0,15 persen dimiliki oleh Indocement Tunggal
Prakasa, Tbk pada tahun 2014 sedangkan nilai tertinggi dimiliki oleh Bank
Rakyat Indonesia, Tbk pada tahun 2011. Variabel harga saham memiliki rentang
nilai Rp 660 hingga Rp 62.050. Nilai terendah dimiliki oleh Indocement Tunggal
Prakasa, Tbk pada tahun 2014, sedangkan nilai tertinggi dimiliki oleh Bank
Rakyat Indonesia, Tbk pada tahun 2011.
Pada
Tabel 3. terlihat besarnya nilai Kolmogorov
- Smirnov adalah 0,703 dan nilai Asymp.
Sig. (2-tailed) sebesar 0,707
dimana Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari tingkat
signifikansi (0,05), maka dapat diartikan bahwa model yang dibuat berdistribusi
normal dan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.
Tabel
4. menunjukkan nilai Durbin-Watson adalah 2.089. Nilai D-W menurut tabel dengan
n = 92 dan k = 5 diperoleh angka dl = 1.5482 dan du = 1.7767. Nilai
du<d<(4-du) (1.5482<2.089<2.2233), maka dapat diartikan tidak terdapat
autokorelasi antar residual sehingga dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.
Tabel
5. menunjukkan nilai VIF dan Tolerance
yang kurang dari 0,1 ataupun nilai VIF yang lebih tinggi dari 10 maka dapat
diartikan bahwa tidak ditemukan adanya gejala multikolinearitas.
Gambar
1. menunjukkan bahwa titik-titik pada grafik scatterplot menyebar secara acak (random) maka dapat diartikan
bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.
Hasil
analisis pada Tabel 6. dapat dinyatakan dalam persamaan regresi linier berganda
sebagai berikut:
Y= 3,045 + 0,019
X1 + 0,047 X2 + 0,851 X3 + 0,008 X4
– 0,022 X5
Berdasarkan
Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi adjusted R square model 0,787 atau sebesar 78,7 persen artinya
sebesar 78,7 persen variasi atau perubahan harga saham dapat dijelaskan oleh
variasi variabel dalam model tersebut yaitu suku bunga SBI, inflasi, EPS, ROE,
dan DER. Sisanya sebesar 21,3 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model
regresi yang digunakan.
Tabel
6 menunjukan hasil uji statistik F bahwa dalam hasil regresi linier berganda
diperoleh nilai siginifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari tingkat α = 0,05
yang artinya variabel suku bunga SBI, inflasi, EPS, ROE, dan DER memiliki pengaruh
signifikan terhadap harga saham atau dapat diartikan bahwa model yang digunakan
dalam penelitian ini layak.
Pengujian
hipotesis pertama yaitu pengaruh suku bunga SBI terhadap harga saham memperoleh
koefisien regresi sebesar 0,019 dan signifikansi sebesar 0,868 lebih besar
daripada taraf nyata 0,05 yang menunjukan bahwa variabel suku bunga SBI secara
statistik berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham pada perusahaan
indeks LQ-45 maka hipotesis ditolak. Nilai koefisien regresi suku bunga SBI
adalah sebesar 0,019 menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 persen suku bunga SBI
akan menaikkan harga saham sebesar 0,019 persen.
Menurut
teori analisis fundamental dikatakan bahwa peningkatan suku bunga SBI diikuti
dengan peningkatan suku bunga simpanan akan menyebabkan investor cenderung
mengalihkan dananya dalam bentuk simpanan deposito dengan pendapatan/return yang lebih tinggi dan tingkat
risiko yang lebih rendah daripada berinvestasi pada saham (Tandelilin,
2010:343). Peningkatan suku bunga SBI akan menyebabkan investor enggan untuk berinvestasi
pada saham sehingga permintaan saham akan berkurang dan mengakibatkan penurunan
harga saham.
Hasil
penelitian ini berlawanan dengan teori analisis fundamental serta tidak sesuai
dengan penelitian terdahulu oleh Permana (2009), Kewal (2012), Yogaswari (2012)
dan Aurora (2013) menyatakan bahwa tingkat bunga SBI memiliki pengaruh negatif
dan signifikan terhadap harga saham. Suku bunga SBI berpengaruh tidak
signifikan terhadap harga saham dapat disebabkan karena rata-rata tingkat suku
bunga SBI sebesar 6,5% selama periode penelitian 2011-2014 masih dianggap tidak
lebih menguntungkan dibandingkan dengan berinvestasi pada saham. Investor masih
menganggap bahwa investasi pada saham masih dapat menghasilkan return yang lebih tinggi daripada
deposito sehingga suku bunga SBI tidak terlalu diperhatikan oleh investor.
Peningkatan suku bunga SBI tidak terlalu mempengaruhi permintaan saham pada
Indeks LQ-45 sehingga tidak pula terlalu mempengaruhi harga saham.
Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Amperaningrum
(2011), dan Kewal (2012) yang menemukan hasil bahwa suku bunga SBI berpengaruh
tidak signifikan terhadap harga saham.
Pengujian
hipotesis kedua yaitu pengaruh Inflasi terhadap harga saham memperoleh
koefisien regresi sebesar 0,047 dan tingkat signifikansi sebesar 0,504 lebih
besar daripada taraf nyata 0,05 yang menunjukan bahwa variabel inflasi secara
statistik berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham pada perusahaan
indeks LQ-45 atau hipotesis ditolak. Nilai koefisien regresi inflasi adalah
sebesar 0,047 menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 persen tingkat inflasi akan
menaikkan harga saham sebesar 0,047 persen.
Teori
analisis fundamental menyatakan bahwa peningkatan inflasi secara relatif
merupakan sinyal negatif bagi pemodal di pasar modal karena akan meningkatkan
pendapatan dan biaya perusahaan (Tandelilin, 2010:343). Biaya produksi
perusahaan juga ikut meningkat dan akan membuat investor berpikir dua kali
untuk berinvestasi saham sehingga berdampak pada penurunan daya beli investor
akan saham. Penurunan daya beli tersebut menyebabkan permintaan saham menurun
sehingga cenderung terjadi penurunan harga saham.
Hasil
penelitian ini berlawanan dengan teori analisis fundamental serta berlawanan
arah dengan penelitian sebelumnya oleh Aurora (2013), Yogaswari (2012) dan
Sihaloho (2013) menyatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh negatif signifikan
terhadap harga saham. Hasil penelitian ini bisa disebabkan karena inflasi yang
terjadi selama periode penelitian tidak begitu tinggi. Pada hasil statistik
deskriptif dinyatakan bahwa nilai rata-rata inflasi selama periode penelitian
2011-2014 adalah sebesar 5,75 pesen. Menurut Kewal (2012) pasar masih bisa
menerima jika tingkat inflasi masih dibawah 10 persen, tetapi apabila
tingkat inflasi
diatas 10 persen maka pasar modal juga akan terganggu.
Hasil
penelitian sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Aurora dan
Riyadi (2013), Nugroho (2008), Meinina (2009), Tobing (2009) bahwa inflasi berpengaruh
tidak signifikan terhadap harga saham.
Pengujian
hipotesis ketiga yaitu pengaruh Earning Per Share (EPS) terhadap harga saham
memperoleh koefisien regresi sebesar 0,851 dan signifikansi sebesar 0,000 lebih
kecil daripada taraf nyata 0,05 yang menunjukkan bahwa EPS secara signifikan
berpengaruh positif terhadap harga saham. Ini berarti setiap peningkatan EPS
akan mengakibatkan peningkatan harga saham.
Hasil
penelitian ini sesuai dan mendukung teori analisis rasio keuangan, dimana
dinyatakan bahwa EPS adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberikan kepada
para pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimiliki (Fahmi, 2012:97).
Semakin tinggi tingkat laba per lembar lembar saham yang dapat diberikan
perusahaan akan memberikan pengembalian yang cukup baik dan akan menarik minat
investor untuk melakukan investasi yang lebih besar lagi sehingga berdampak
pada peningkatan harga saham perusahaan (Weston dan Brigham, 2001).
Hasil
penelitian ini diperkuat oleh beberapa penelitian terdahulu oleh Pasaribu
(2008), Amalia (2010), Silviana (2013), Widaningsih (2013), Malhotra (2013) dan
Putranto (2014) menunjukkan hasil bahwa secara parsial earning per share (EPS) memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap harga saham.
Pengujian
hipotesis keempat yaitu pengaruh Return
On Equity (ROE) terhadap harga saham memperoleh koefisien regresi sebesar
0,008 dan signifikansi sebesar 0,001 lebih kecil daripada taraf nyata 0,05 yang
menunjukkan bahwa ROE secara signifikan berpengaruh positif terhadap harga
saham, maka hipotesis diterima. Ini berarti setiap peningkatan ROE sebesar satu
persen akan mengakibatkan peningkatan harga saham sebesar 0,008 persen.
Hasil
penelitian ini sesuai dan mendukung teori analisis rasio keuangan, dimana
secara teori dinyatakan bahwa ROE dianggap sebagai representasi kekayaan
pemegang saham atau representasi dari nilai perusahaan (Mardiyanto, 2009:196).
Nilai ROE yang semakin tinggi berarti bahwa penggunaan modal sendiri oleh
perusahaan semakin efisien untuk dapat menghasilkan keuntungan bagi pemegang
saham. Investor akan tertarik untuk berinvestasi pada saham yang memiliki
tingkat ROE tinggi sehingga permintaan investor akan saham tersebut juga
meningkat dan nantinya akan berdampak pula pada peningkatan harga saham.
Berkaitan
dengan penelitian yang sebelumnya, hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Kusumawardani (2011), Wang et al. (2013), dan Sari (2014)
menyatakan bahwa return on equity
(ROE) berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham.
Pengujian
hipotesis kelima yaitu pengaruh debt to
equity ratio (DER) terhadap harga saham memperoleh koefisien regresi
sebesar -0,022 dan signifikansi sebesar 0,298 lebih besar daripada taraf nyata
0,05 yang menunjukkan bahwa DER memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap
harga saham, maka hipotesis ditolak. Ini berarti setiap peningkatan DER akan
mengakibatkan penurunan harga saham.
Menurut
teori analisis rasio keuangan dinyatakan bahwa semakin tinggi DER maka semakin
tinggi pula proporsi penggunaan utang oleh perusahaan sehingga risiko
perusahaan untuk tidak mampu membayar hutang semakin tinggi sehingga minat
investor berinvestasi saham berkurang dan harga saham menjadi turun (Hatta dan
Dwiyanto, 2012). DER yang tinggi menunjukkan tingginya ketergantungan
permodalan perusahaan terhadap pihak luar, sehingga beban perusahaan juga
semakin berat. Jika beban utang perusahaan tinggi atau melebihi modal sendiri
yang dimiliki, maka harga saham perusahaan akan menurun (Amanda et al, 2012).
DER
berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham dapat disebabkan investor
lebih mementingkan tingkat dividen yang tinggi dan tidak terlalu memperhatikan
tingkat hutang perusahaan. Nilai DER biasanya lebih diperhatikan oleh kreditor.
Kreditor lebih menyukai rasio hutang yang rendah karena makin rendah rasio
hutang maka makin besar perlindungan terhadap kerugian kreditor jika terjadi
likuidasi. (Brigham, 2010: 143). Hasil penelitian ini dapat diartikan bahwa
naik turunnya tingkat DER tidak terlalu mempengaruhi tingkat permintaan saham
pada indeks LQ-45 sehingga tidak pula mempengaruhi harga saham.
Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Safitri
(2013), Astutik et al. (2014), dan
Widaningsih (2012) yang menyatakan bahwa DER berpengaruh tidak signifikan
terhadap harga saham.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan
pada hasil analisis data dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab
sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Suku bunga SBI
berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham. Hal ini berarti bahwa
investor tidak terlalu memperhatikan tingkat suku bunga SBI dalam melakukan
investasi saham dan masih menganggap bahwa investasi saham masih lebih
menguntungkan daripada deposito. 2) Inflasi berpengaruh tidak signifikan terhadap
harga saham. Investor tidak terlalu memperhatikan tingkat inflasi dalam melakukan
investasi saham karena tingkat inflasi selama periode 2011-2014 tidak terlalu
tinggi dan masih dapat diterima. 3) Earning
Per Share (EPS) secara signifikan berpengaruh positif terhadap harga saham.
Peningkatan EPS akan berdampak pada peningkatan harga saham. 4) Return On Equity (ROE) secara signifikan
berpengaruh positif terhadap harga saham. Ini berarti peningkatan ROE akan
berdampak pada peningkatan harga saham. 5) Debt
To Equity Ratio (DER) berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham.
Investor lebih mementingkan tingkat dividen yang tinggi dan tidak terlalu memperhatikan
tingkat penggunaan hutang perusahaan sehingga DER tidak terlalu mempengaruhi
harga saham. 6) Nilai koefisien determinasi menunjukan bahwa sebesar 78,6
persen variasi atau perubahan harga saham dapat dijelaskan oleh variasi
variabel dalam model yaitu suku bunga SBI, inflasi, EPS, ROE, dan DER. Sisanya
sebesar 21,4 % dijelaskan oleh variabel lain diluar model regresi yang
digunakan.
Berdasarkan
pembahasan hasil penelitian dan simpulan diatas, maka saran yang dapat
diberikan adalah sebagai berikut: 1) Penelitian selanjutnya disarankan agar
menggunakan variabel lainnya yang dapat mempengaruhi harga saham yang tidak
dijelaskan dalam penelitian ini. 2) Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar tidak
hanya terbatas pada perusahaan dalam indeks LQ-45 saja tetapi juga pada indeks
lainnya yang ada di BEI serta saham dari berbagai macam industri lainnya yang
ada di BEI. 3) Investor yang akan berinvestasi saham dapat mempertimbangkan
variabel EPS dan ROE karena berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa
EPS dan ROE berpengaruh signifikan terhadap harga saham. 4) Pihak perusahaan
sebaiknya terus meningkatkan kinerja perusahaan melalui peningkatan nilai EPS
dan ROE untuk menarik minat investor. Namun perusahaan juga diharapkan dapat
menjaga rasio DER dengan baik karena DER menunjukkan risiko finansial
perusahaan yang akan mempengaruhi minat investor dalam keputusan investasinya.
Perusahaan juga diharapkan tetap memperhatikan variabel makro ekonomi yaitu
suku SBI dan inflasi karena ketika suku bunga SBI dan inflasi mengalami
perubahan yang cukup drastis maka akan mempengaruhi pasar modal itu sendiri.
REFERENSI
Alam,
Md. Mahmudul. 2009. Relationship Between Interest Rate and Stock Price:
Empirical
Evidence from Developed and Developing
Countries. International Journal of
Business
and
Management. Vol. 4 No. 3. pp 43–
51
Amalia, H.S.
2010. Analisis Pengaruh Earning Per Share, Return On Investment, dan Debt
To Equity Ratio Terhadap Harga Saham
Perusahaan Farmasi di Bursa Efek Indonesia.
Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Banjarmasin
Amanda,
Astrid, Darminto dan A. Husaini. 2012. Pengaruh Debt to Equity Ratio, Return On
Equity, Earning Per Share, dan Price
Earning Ratio Terhadap Harga Saham. Jurnal
Fakultas
Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.
Amin, Muhammad,
Zuhdi. 2013. Pengaruh Tingkat Inflasi, Suku Bunga SBI, Nilai Kurs
Dollar (USD/IDR) dan
Indeks Dow Jones (DIJA) Terhadap Pergerakan IHSG di BEI
Periode 2008-2011. Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
Amperaningrum.
I, dan Robby S.A. 2011. Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Nilai Tukar
Mata Uang, dan Tingkat
Inflasi Terhadap Perubahan Harga Saham Sub Sektor Perbankan di Bursa Efek
Indonesia. Proceeding PESAT (Psikologi,
Ekonomi, Sastra, Arsitektur, dan Sipil) Universitas Gunadarma - Depok.
Vol.4. pp 160-164
Anoraga,
Pandji dan Piji Pakarta. 2009. Pengantar
Pasar Modal. Yogyakarta: PT. Rineka
Cipta.
Astutik, E. Dwi,
Surachman, dan A. Djazuli. 2014. The Effect of Fundamental and Technical
Variables on Stock
Price (Study on Manufacturing Companies Listed in Indonesia Stock Exchange). Journal of Economics, Business, and
Accountancy Ventura Vol. 17. pp:345 – 352
Aurora,
Tona dan Agus Riyadi. 2013. Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, dan Kurs Terhadap
Indeks LQ-45 di Bursa
Efek Indonesia (BEI) Periode Tahun 2007-2011. Jurnal Dinamika Manajemen.Vol.1 No.3. Hal 183-197
Darmadji,
Tjiptono dan Hendy M. Fakhruddin. 2012. Pasar
Modal Di Indonesia Edisi 3.
Jakarta: Salemba Empat.
Fahmi, Irham.
2012. Manajemen Investasi: Teori dan Soal
Jawab. Penerbit Salemba Empat
Ghozali,
Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariative
dengan Program SPSS. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Haque,
S. and M. Faruqee. 2013. Impact of Fundamental Factors on Stock Price: A Case
Base Approach on
Pharmaceutica Companies Listed with Dhaka Stock Exchange. International Journal of Business and Management Invention, Vol. 2
Issue 9. pp 34-41
Hatta,
Atika Jauharia and Bambang Sugeng Dwiyanto. 2012. The Company Fundamental
Factors and Systematic
Risk in Increasing Stock Price. Journal
of Economics, Business, and Accountancy Ventura, 15 (2), pp: 245-256.
Husnan,
Suad. 2009. Dasar-dasar Teori Portofolio &
Analisis Sekuritas. Edisi Keempat.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Hutami,
Rescyana Putri. 2012. Pengaruh Dividend
Per Share, Return On Equity dan Net
profit
Margin Tergadap Harga Saham Perusahaan Industri Manufaktur yang Tercatat di
Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2010. Jurnal
Nominal, 1 (1), pp: 104-123.
Kewal,
Suramaya S. 2012. Pengaruh Inflasi, Suku
Bunga, Kurs, dan Pertumbuhan PDB
Terhadap
Indeks Harga Saham Gabungan.
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Musi Palembang, Indonesia. pp 53-64
Kusumawardani,
A. 2011. Analisis Pengaruh EPS, PER, ROE,
FL, DER, CR, ROA Pada
Harga
Saham dan Dampaknya Terhadap Kinerja Perusahaan LQ45 yang Terdaftar di BEI
Periode 2005-2009. Faculty of
Economics Gunadarma University
Liauw,
J.S dan Trisnadi W. 2012. Analisis
Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga
SBI,
dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa
Efek Indonesia. STIE MDP. pp
1-8
Malhotra,Nidhi.
2013. Determinants of Stock Prices:
Empirical Evidence from NSE 100
Companies.
International Journal of Research in Management & Technology (IJRMT) ISSN:
2249-9563. Vol. 3 No. 3, pp 86-95
Mardiyanto,
Handoyo. 2009. Intisari Manajemen
Keuangan. Jakarta: PT Grasindo.
Mousa,
S. Nori, Waleed A.S, Abdul B.H, Marwan M.A. 2012. The Relationship Between
Inflation
and Stock Price (A Case of Jordan).
IJRRAS. Vol. 10 Issues 1. pp 46-52
Nata
Wirawan, I Gusti Putu. 2002. Cara Mudah Memahami
Statistik 2 (Statistik Inferensia)
untuk
ekonomi dan bisnis, Denpasar :
edisi kedua, Keraras Emas.
Novianto,
Aditya. 2011. Analisis Pengaruh Nilai
Tukar (Kurs) Dollar Amerika/Rupiah,
Tingkat
Suku Bunga SBI, Inflasi, dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan di Bursa Efek Indonesia. Skripsi
Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang
Nugraha,
Wahyu. 2014. Pengaruh Suku Bunga SBI,
Nilai Tukar, Indeks Dow, dan Indeks
NIKKEI
225 Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI. Skripsi Sarjana Jurusan Manajemen Keuangan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Denpasar.
M.
G. P. D, Menike dan U. S. Prabath. April 8, 2014. The Impact of Accounting Variables
on
Stock Price: Evidence
from the Colombo Stock Exchange, Sri Lanka. International
Journal of Business and Management, 9 (5).
Nurmalasari,
Indah. 2009. Analisis Pengaruh Rasio
Profitabilitas Terhadap Harga Saham
Emiten
LQ45 yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005 – 2008. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, pp: 1-9.
Octavia,
Sri M. 2010. Pengaruh Tingkat Bunga SBI,
Nilai Tukar dan Jumlah Uang Beredar
Terhadap
Indeks Harga Saham Sektor Property dan Real Estate Dengan Pendekatan Error
Correction Model. Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Padang
Pasaribu,
R.B. Fernando. 2008. The Influence of
Corporate Fundamentals to its Stock Price,
Studi
Kasus Bursa Efek Indonesia. Journal of
Economics and Business, Vol. 2 No. 2. pp 101-113
Pradipta,
Gilang, 2012, The Influence of Financial
Ratio towards Stock Price, 2012 –
Empirical
Study on Listed Companies in Indonesia Stock Exchange of LQ45 in 2009-2011), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Purnamawati,
I G.A. 2015. The Influence of Corporate
Characteristic and Fundamental
Macro-economy
Factor of Automotive Company Stock Price on Indonesia Stock Exchange.
International Journal of Business, Economics and Law, Vol. 6, Issue 1 (Apr.) ISSN 2289-1552
Putra,
G.Sanjaya Adi dan P. Dyan Yaniartha. 2014. Pengaruh
Leverage, Inflasi, dan PDB
pada
Harga Saham Perusahaan Asuransi.
ISSN : 2302 – 8556 Ejurnal Akuntansi Universitas Udayana 9.2 (2014). pp 449-464
Putranto,
Lucky. 2014. The Effect of Net Profit
Margin (NPM), Return On Assets (ROA), and
Earning
Per Share (EPS) on Stock Prices on Real Estate and Property Companies Listed on
IDX period 2011-2014. Journal
Presented in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of Bachelor
of Economics and Business.
Ratih,
Dorothea, Apriatni E.P, dan Saryadi. 2013. Pengaruh
EPS, PER, DER, ROE Terhadap
Harga
Saham pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
Tahun 2010-2012. Diponegoro Journal
of Social and Politic. pp 1-12
Safitri,
Lail Riya.2013. Pengaruh
Variabel-variabel Fundamental dan Teknikal Terhadap
Harga
Saham Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Safitri,
I.R and Suresh K. 2014. The Impact of
Interest Rates, Inflation, Exchange Rates, and
GDP
on Stock Price Index of Plantation Sector: Empirical Analysis on BEI in The
Year Of 2008-2012. International
Conference on Treds in Multidisiplinary Business and Economics Research
Bangkok-Thailand. 27-28
Sari,
Puspita. 2014. Pengaruh Current Ratio,
Net Profit Margin, Return On Assets, Debt to
Equity
Ratio, Total Asset Turn Over, dan Earning Per Share Terhadap Harga Saham (Studi
Pada Perusahaan Barang Industri yang Go Public di Bursa Efek Indonesia Periode
2010-2013). Universitas Maritim Raja
Ali Haji-Tanjung Pinang
Sari,
Yuni,Kemala. 2012. Pengaruh Tingkat Suku
Bunga Sertifikat Bank Indonesia, Indeks
Saham
Hang Seng, Kurs Dolar AS, dan Indeks Saham Dow Jones Industrial Average
Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2010
Sihaloho,
Lira. 2013. Pengaruh Inflasi, Suku Bunga,
dan Book Value (BV) Terhadap Harga
Saham
Perusahaan Indeks LQ45 yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Tahun
2008-2011. Skripsi Jurusan
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang
Silviana,
and Rocky. 2013. Analysis of Return On
Assets and Earnings Per Share on The
Stock
Market In The Banking Companies In Bursa Efek Indonesia (Indonesia Securities
Exchange). 3rd International
Conference on Management. pp 291-298
Sudana,
I Made.2011.Manajemen Keuangan Perusahaan
Teori dan Praktik.Jakarta:Erlangga.
Tandelilin,
Eduardus. 2010. Analisis Investasi dan
Manajemen Portofolio. Edisi Ketujuh.
Kanisius. Yogyakarta
Wang,
Junjie, G. Fu and C. Luo. 2013. Accounting
Information and Stock Price Reaction of
Listed
Companies — Empirical Evidence from 60 Listed Companies in Shanghai Stock
Exchange, Journal of Business
& Management. Vol. 2. Issue 2
Widaningsih.
2013. Pengaruh Return On Assets (ROA),
Debt to Equity Ratio (DER), Earning
Per
Share (EPS) dan Dividen Per Share (DPS) Terhadap Harga Saham (Studi Pada
Perusahaan Indeks LQ 45 yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode
2010-2011). Jurnal Manajemen, pp:
1-15.
Yogaswari,
D. Dwijayanthi, A.B. Nugroho, and N.C. Astuti, 2012, The Effect of
Macroeconomic
Variables on Stock Price Volatility: Evidence from Jakarta Composite Index,
Agriculture, and Basic Industry Sector, School of Business and Management, Bandung Institute of Technology, Indonesia, Vol.
46.18, pp 96-100
www.idx.co.id
www.bi.go.id
Sumber :