TUGAS
SOFTSKILL
AKUNTANSI
INTERNASIONAL
“KEBUTUHAN
MASYARAKAT DUNIA INTERNASIONAL TERHADAP AKUNTANSI SYARIAH”
Economic: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 1,
No. 2 2011
1 Sekolah Tinggi Agama Islam Darul Ulum Banyuwangi
ISSN: 2088-6365
KEDUDUKAN DAN WEWENANG LEMBAGA FATWA (DSN-MUI)
PADA BANK SYARIAH
Imam Abdul Hadi
Mahasiswa Pascasarjana UIN Jakarta
Abstrak
Peran
dan Fungsi lembaga fatwa di Indonesia sangat siginifikan, hal ini disebabkan
kebutuhan dunia perbankan terhdap kehalalan produk yang akan diberikan kepada
masyarakat dan untuk menciptakan rasa aman dan kepercayaan masyarakat terhadap
bank syariah.
Di
setiap Negara memiliki kebijakan tersendiri untuk menetapkan struktur dan
posisi lembaga fatwa dalam dunia keuangan maupun perbankan, di Indonesia Dewan
Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) merupakan lembaga independen
yang memiliki otoritas yang kuat terhadap hukum – hukum Islam yang berkaitan
dengan Lembaga Keuangan Islam.
Penulis
mencoba menjelaskan bagaimana kedudukan dan wewenang DSN-MUI in Indonesia dan dibandingkan institusi lembaga fatwa yang ada
di beberapa Negara seperti Malaysia, Pakistan, Mesir, Uni Emirat Arab, dan
Inggris terutama dalam penerapan sistem perbankan syariah.
Kata Kunci: Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia,
Bank Syariah, Keuangan Islam, Malaysia,
Pakistan, Mesir, Uni Emirat Arab, Inggris
A.
Pendahuluan
Salah
satu perbedaan mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional adalah
dilarangnya sistem bunga pada Bank Syariah dan diharuskan sesuai dengan hukum
Islam, adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada tiap-tiap bank tersebut
bertugas mengawasi segala bentuk operasional bank syariah untuk tetap dalam
koredor hukum syariah.
Sejalan
dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di tanah air, berkembang pulalah
julah DPS yang ada untuk mengawasi masing-masing lembaga tersebut. Banyak dan
beragamnya DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah adalah suatu hal yang
harus disyukuri tetapi juga harus diwaspadai. Kewaspadaan itu berkaitan dengan
adanya kemungkinan timbulnya fatwa yang berbeda antara satu DPS dengan DPS
lainnya. MUI sebagai payung dari lembaga dan orgnisasi ke-Islaman di Indonesia,
menganggap perlu dibentuknya satu Dewan Syariah yang bersifat Nasional dan
membawahi seluruh lembaga keuangn termasuk bank syariah.1
DPS
di Indonesia diangkat melalui Rapat umum pemegang saham atas rekomendasi
DSN-MUI.2 Dismping itu peran DSN – MUI sebagai lembaga yang memiliki
wewenang dalam mengeluarkan fatwa-fatwa yang berkaitan dengan berbagai bentuk
produk Lembaga Keuangan Syariah (LKS) khususnya Bank Syariah memiliki peran
penting dan harus didukung dengan kekuatan hukum yang kuat.
Dewan
Pengawas Syariah wajib dimiliki oleh setiap Bank yang menjalankan usahanya
dengan prinsip syariah, dimana DPS merupakan lembga indevenden yang dibentuk
oleh DSN, dan DPS wajib mengikuti fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN.3
Otoritas
tertinggi dalam perbankan baik bank konvensional ataupun bank syariah dipegang
oleh Bank Indonesia. Namun peran bank Indonesia dalam menetapkan peraturan
terhadap perbankan syariah belum sempurna bila tidak merujuk terlebih dahulu
terhadp fatwa yang dikeluarkan oleh DSN – MUI. Hal ini menunjukkan bahwa
lembaga indevenden dan memiliki otoritas dalam hal syariah dalam hal ini
DSN-MUI.
DSN-MUI
dibentuk pada tahun 1997 dan merupakan hasil rekomendasi Lokakarya Reksadana
Syariah pada bulan Juli tahun yang sama. Lembaga ini merupakan lembaga otonom
di bawah Majelis Ulama Indonesia, dipimpin oleh Ketua Umum Majelis Ulama
Indonesia dan Sekretaris (ex-officio).
Kegiatan sehari-hari Dewan Syariah Nasional dijalankan oleh Badan Pelaksana
Harian dengan seorang ketua dan sekretaris serta beberapa anggota.4
Semakin
kompleknya permasalahan yang dihadapi Lembaga Keuangan Syariah (LKS) saat ini
menuntut semakin sigapnya DSN-MUI terhadap innovasi-innovasi produk yang
dibutuhkan masyarakat. Hal ini untuk memajukan dan meningkatkan pertumbuhan LKS
di tanah air.
Penulis
akan mencoba membahas bagaimana sebenarnya wewenang dan kedudukan DSN-MUI dalam
perbankan syariah di Indonesia? penulis juga akan mencoba memasukkan informasi
bagaimana lembaga fatwa yang ada di negara lain.
B.
Posisi Dewan Syariah di Indonesia (Shariah
Supervisory Board)
Indonesia
sebagai negara dengan masyarakat muslim yang sangat banyak, memilki beberapa
organisasi masyarakat yang berasaskan Islam, diantara organisasi-organisaasi
tersebut juga memiliki badan fatwa. Kita sebut saja Nahdatul Ulama (NU) dan
Muhammadiyah namun pada tulisan ini penulis hanya akan membahas tentang peranan
Lembaga Fatwa DSN-MUI yang dianggap sebagai pemegang otoritas syariah tertinggi
di Indonesia.
Dewan
Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) yang mempunyai fungsi melaksanakan tugas-tugas MUI dalam
menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktifitas lembaga keuangan
syariah. Salah satu tugas pokok DSN adalah mengkaji, menggali dan merumuskan
nilai dan prinsip-prinsip hukum Islam (Syari`ah) dalam bentuk fatwa untuk
dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga keuangan syari`ah. Melalui
Dewan Pengawas Syari`ah melakukan pengawasan terhadap penerapan prinsip
syari`ah dalam sistem dan manajemen lembaga keuangan syari`ah (LKS).5
DSN-MUI
merupakan lembaga indevenden dalam mengeluarkan fatwa sebagai rujukan yang
berhubungan dengan masalah ekonomi, keuangan dan perbankan. 6 Peran DSN-MUI
sangat penting utntuk meningkatkan perbankan syariah dan menjaga kepatuhan bank
syariah terhadap hukum Islam.
Sampai
Juli 2007, DSN-MUI telah mengeluarkan 61 Fatwa terkait produk keuangan syariah,7
Tugas DSN – MUI di bidang keuangan dan perbankan adalah sebagai badan otoritas
yang memberikan saran kepada institusi terkait (Bank Indonesia, Departemen
Keuangan, atau Bapepam) berkaitan dengan operasi perbankan syariah atau lembaga
keuangan syariah lainnya, mengoordinasi isu-isu syariah tentang keuangan dan
perbankan syariah, dan menganalisis dan mengevaluasi aspek-aspek Syariah dari
skim atau produk baru yang diajukan oleh institusi perbankan dan keuangan
syariah lainnya.
Fatwa
yang dikeluarkan oleh DSN-MUI bukanlah hukum positif,8 sama seperti
fatwa-fatwa yang dikeluarkan MUI dalam bidang-bidang lainnya. Agar fatwa-fatwa
yang dikeluarkan oleh DSN-MUI dapat berlaku dan mengikat sebagai mana hukum
positif yang berlaku di Indonesia, maka pada UU No.21 tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah disebutkan bahwa fatwa-fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI dapat
ditindak lanjuti sebagai Peraturan Bank Indonesia.
Kita
dapat memahami dari kutipan UU No. 21 Thn 2008 sebagai berikut disebutkan pada
pasal 26:
1)
Kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 dan/atau produk dan
jasa syariah, wajib tunduk kepada Prinsip Syariah.
2)
Prinsip Syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia.
3)
Fatwa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia.
4)
Dalam rangka
penyusunan Peraturan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank
Indonesia membentuk komite perbankan syariah.
5)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pembentukan, keanggotaan, dan tugas komite perbankan
syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Dengan
demikian ada kekuatan hukum yang mengikat antara fatwa yang dikeluarkan oleh
DSN-MUI dengan hukum positif berupa PBI yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
Hubungan ini menunjukkan betapa peran dari lembaga fatwa di Indonesia sangat
signifikan dan strtegis dalam membangun dan memajukan Lembaga Keuangan Syariah
dengan tetap memperhatikan hukum-hukum syariah yang harus dipatuhi oleh LKS.
Pentingnya
peran DSN untuk tetap menjaga kepatuhan LKS terhadap ketentuan syariah, karena
pada Undang-Undang No. 21 Thun 2008 tentang Perbankan Syariah menegaskan bahwa
setiap kegiatan usaha tidak boleh bertantangan dengan syariah, yang dirujuk
pada fatwa yang telah dikeluarkan DSN-MUI dan telah dikonfersi kedalam PBI.
Dengan demikian Fatwa yang telah dirujuk dan dijadikan Peraturan Bank Indonesia
(PBI) yang mengikat setiap LKS atau mengikat publik, sedangkan fatwa yang yang
belum tertuang dalam PBI belum dapat dikatakan mengikat publik / LKS.
Berkaitan
dengan ketentuan Undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
berkenaan dengan berlakunya prinsip syariah, maka Peraturan Bank Indonesia
No.11/15/PBI/2009 telah memberikan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan
Prinsip Syariah. Menurut PBI tersebut “Prinsip
Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa
yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia”.
berdasarkan Peraturan Bank Indonesia tersebut sepanjang Prinsip Syariah tersebut
telah difatwakan oleh DSN-MUI, maka Prinsip Syariah demi hukum telah berlaku
sebagai hukum positif sekalipun belum atau tidak dituangkan dalam Perturan Bank
Indonesia.9
Dengan
peraturan yang di tetapkan oleh Bank Indonesia di atas memperkuat posisi fatwa
dari DSN-MUI menjadi salah satu sumber penting dalam melakukan innovasi produk
perbankan syariah. Walaupun fatwa tersebut belum di aplikasikan dalam PBI,
tetap fatwa tersebut memiliki kekuatan hukum sehingga harus ditaati oleh setiap
lembaga keuangan yang menggunakan sistem syariah.
Terkait
dengan innovaasi produk sangat terkait dengan, fatwa-fatwa yang dikeluarkan
DSN-MUI berdasarkan permintaan perbankan, perkembangan inovasi produk harus
didukung dengan SDI yang ada di Lembaga Keuangan Syariah, dan Lembaga Fatwa.
Banyak
akad yang belum teroptimalkan dengan baik karena kurangnya SDI dalam perbankan
syariah. Bila dilihat dari perkembangan innovasi produk perbankan syariah di
Indonesia masih berada di bawah Malaysia dan Negara-negara di Uni Emirate Arab
(UAE).
C.
Tugas dan Wewenang Lembaga Fatwa di Indonesia
Posisi
kelembagaan DSN-MUI dalam struktur MUI sangatlah penting, hal ini guna
meningkatkan kinerja bank syariah dalam meningkatkan inovasi produk-produk bank
syariah. Dewan Syariah Nasional juga melakukan pengawasan terhadap setiap
lembaga keuangan yang menggunakan sistem syariah dengan menempatkan Dewan
Pengawas Syariah di setiap lembaga tersebut.
Perkembangan
LKS saat ini tidak dapat terlepas dari peran serta Dewan Syariah Nasional -
Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI) , walaupun masih banyak hambatan yang
dialami DSN – MUI dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
Kedudukannya
DSN adalah sebagai anggota dari Majelis Ulama Indonesia yang merupakan terdiri
dari para ulama, praktisi, dan para pakar yang terkait dalam bidang muamalah
syariah.10 adapun tugas DSN adalah sebagai berikut :
1)
Menumbuh
kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegitan perekonomian pada umumnya
dan keuangan pada khususnya.
2)
Mengeluarkan
Fatwa-fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan.
3)
Mengeluarkan
Fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.
4)
Mengawasi
penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.
Dari
paparan tugas DSN-MUI tersebut menunjukkan 2 fungsi utama DSN-MUI yaitu,
mengelurkan peraturan berupa fatwa dan juga mengawasi berjalannya pelaksaan
prinsip syariah pada setiap lembaga keuangan syariah di Indonesia, disamping
itu DSN-MUI turut aktif dalam pengembangan nilai-nilai syariah dalam berbagai
kegiatan ekonomi.
Untuk
memudahkan peran DSN dalam menjalankan tugasnya, DSN_MUI memiliki wewenang yang
berlaku bagi seluruh Lembaga Keuangan Syarih (LKS) yaitu:11
a.
Mengeluarkan
fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah dimasing-masing lembaga keuangan
syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.
b.
Mengeluarkan
fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/ peraturan yang dikeluarkn oleh
instansi yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan Deprtemen Keuangan.
c.
Memberikan
rekomendasi dan/ atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai
Dewan Pengawas Syariah pada suatu LKS.
d.
Mengundang para
ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi
syariah, termasuk otorits moneter/ lembaga keuangan dalam maupun luar negeri.
e.
Memberikan
peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari
fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.
f.
Mengusulkan
kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan
tidak diindahkan.
Wewenang-wewenang
diatas telah memberikan kemudahan bagi DSN-MUI sebagai otoriter syariah
tertinggi di Indonesia, yang menjadi salah satu sektor penting adalah wewenang
untuk memberikan rekomendasi nama-nama yang akan duduk di DPS, yang selanjutnya
akan diseleksi oleh BI.
Kepakaran
Anggota DSN-MUI dalam hal syariah tidak dapat kita ragukan lagi, namun dalam
menetapkan suatu hal DSN-MUI memiliki wewenang untuk memanggil tenaga ahli,
guna menelaah isu-isu keuangan Islam denga lebih professional.
Kita
dapat membuat gambaran mengenai Tugas dan mekanisme kerja DSN-MUI dalam
memenuhi permintaaan innovasi produk oleh Lembaga Keuangan Islam.
D.
Kedudukan dan Fungsi Lembaga Fatwa di Negara Lain
1.
Nastional Shariah Advisory Council (NSAC) sebagai lembaga fatwa di Malaysia.
Penulis
memilih negara Malaysia karena perkembangan dan pertumbuhan perbankan syariah
di Malaysia cukup besar dan posisinya masih berada diatas Indonesia. Dukungan pemerintah
terhadap perbankan syariah terlihat sangat besar dan sangat memberikan
kesempatan bagi perluasan bank syariah di Malaysia.
Dilihat
dari sejarah berdirinya bank Islam di Malaysia, diawali dengan berdirinya Bank
Islam Malaysia Berhad (BIMB) yang didirikan pada tahun 1983. Lahirnya BIMB juga
disertai pembentukan Shariah Supervisory Council (SSC) yang tugasnya mengawasi
agar operasi BIMB tidak menyimpang dari ketentuan hukum Islam.12 dengan
semakin berkembangnya sistem perbankan Islam di Malaysia, maka SSC juga di
tugaskan untuk mengawasi perbankan konvensional yang menawarkn jasa perbankan
syariah pada awal tahun 1993.
Seiring
dengan semakin berkembangnya perbankan syriah di Malaysia pemerintah Malaysia
mendirikan otoritas syariah tertinggi di Malaysia yaitu Nastional Shariah
Advisory Council ( NSAC) yang didirikan pada 1 Mei 1997 , lembaga ini berfungsi
sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam memutuskan masalah syariah pada
lembaga keuangan syariah baik bank ataupun nonbank.
NSAC
berada dalam struktur organisasi Bank Negara Malaysia (BNM). Anggota NSAC
ditunjuk oleh dewan direktur (board of
directors) BNM untuk masa kerja tiga tahun dan dapat dipilih kembali pada
periode berikutnya. Tujuan dari didirikaannya NSAC adalah untuk:
·
Bertindak
sebagai satu-satunya badan otoritas yang memberikan saran kepada BNM berkaitan
dengan operasi perbankan dan asuransi Syariah;
·
Mengkordinasi
isu-isu Syariah tentang keuangan dan perbankan syariah, termasuk asuransi
Syariah; dan
·
Menganalisis dan
evaluasi aspek-aspek Syariah dari skim atau produk baru yang diajukan oleh
institusi perbankan dan perusahaan takaful.
Dengan
dibentuknya National Shariah Advisory
Council maka tugas Shariah Supervisory Council (SSC) yang berada di
lembaga-lembaga keuangan syariah hanya tinggal mengawasi operasi lembaga
keuangan yang diawasinya apakah sudah sesuai atau tidak bertentangan dengan
pedoman dan fatwa yang dikeluarkan oleh National
Shariah Advisory Council.13
Dari
sejarah munculnya SSC diawal lahirnya bank syariah di Malaysia kemudian disusul
dengan dibentuknya NSAC adalah menunjukkan bahwa pemerintah Malasysia dalam
membentuk Dewan Syariah melalui tahapan-tahapan diawali dengan pengawas syariah
di masing-masing lembaga lalu dibuat dewan pengawas nasional beberapa tahun
setelah pertumbuhan dan perkembangan bank syariah di Malaysia.
Keberadaan
National Shariah Advisory Council
(NSAC) di dalam struktur bank sentral akan meningkatkan respons dan efektivitas
pengambilan keputusan dan fatwa-fatwa yang berhubungan dengan masalah-masalah
Syariah yang dihadapi oleh perbankan dan asuransi Syariah. Hal ini berbeda
dengan di Indonesia dimana Dewan Syarian Nasional DSN-MUI merupakan lembaga
non-pemerintah atau indevenden.
Dibentuknya
NSAC dalam struktur Bank Central di Malaysia menyebabkan independensi dewan
syariah ini menjadi terbatas karena harus mengikuti aturan dari pemerintah, dan
dewan syariah tersebut bukan merupakan lembaga independen trsendiri, melainkan
berada di bawah dewan direktur bank sentral.
2.
Shariah Board di Pakistan
Ketertarikan
penulis untuk memilih Pakistan ialah, karena Pakistan adalah salah satu negara
yang merevolusi seluruh sistem keuangannya dan pemerintahnanya berdasarkan
Islam.
Otoritas
Syariah tertinggi di bidang keuangan dan perbankan di Pakistan berada pada Shariah Board (Dewan Syariah) SBP yang
dibentuk dalam struktur organisasi State Bank of Pakistan. Anggota Dewan Syarih
terdiri dari dua orang ulama syariah ternama, seorang akuntan, seorang ahli
hukum, dan seorang bankir. Tugas dari Dewan Syariah SBP tidak berbeda dengan
tugas dewan syariah pada umumnya, antara lain;a) bertindak sebagai satu-satunya
badan otoritas yang memberikan saran kepada SBP berkaitan dengan operasi
perbankan syarih; b) mengordinasi isu-isu syariah tentang keuangan dan
perbankan syariah;
dan c)
mengnalisis dan mengevaluasi aspek-aspek Syariah dari skim tau produk baru yang
diajukan oleh institusi perbankan.
Keberadaan
Dewan Syariah SBP di dalam Bank sentral akan meningkatkan respond an
efektivitas pengambilan keputusan dan fatwa-fatwa yang berhubungan dengan
masalah-masalah syariah yang dihadapi oleh perbankan syariah. Namun demikian,
independensi dewan syariah ini terbatas juga karena bukan merupakan lembaga
independen tersendiri dan anggotanya berasal dari berbagai disiplin ilmu.
Secara
struktur Dewan syariah terdiri dari beberapa bidang terkait antara lain, ahli
syariah, ahli perbankan, ahli akuntansi, ahli hukum dan ahli-ahli
terkiatlainnya. Dewan syariah terdiri dari 5 orang dua diantarnya merupakan
ahli syariah, dan yang menjadi ketua dewan syaraiah harus berasal dari ahli
syariah. 14
3.
Lembaga Fatwa di Mesir
Negara
Mesir mencatat dirinya dalam sejarah sebagai negara Timur Tengah yang
mendirikan bank syariah pertama kali. Walaupun perbankan syariah di Mesir
pernah mengalami masa-masa suram dengan terpaksanya penutupan Bank Mith Gamr
yang beroperasi tanpa bunga dipaksa untuk menggunakan sistem bunga, dan
akhirnya dipaksa tutup pada tahun 1968.15
Berkaitan
dengan Lembaga Fatwa di Mesir atau Dar al-Ifta’ al-Misriyah merupakan lembaga
fatwa yang diakui negara dalam hal otoriter mengenai syariah. Disamping itu di
mesir banyak juga mufti pribadi, yang bukan merupakan pejabat negara.
4.
Dewan Syariah di Inggris
Inggris
sebgai negara Eropa pertama yang mendobrak lahirnya perbankan syariah di
wilayah Eropa. Dengan di lahirkannya Islamic Bank of Britain (IBB) yang di
sokong dana dari Timur-Tengah, bank ini berdiri berdasarkan izin pendirian bank
syariah yang dikeluarkan oleh Financial
Service Authority (FSA) Inggris.
Kemudian
disususl didiriknnaya bank HSBC Amanah yang kemudian berkembang ke seluruh
penjuru dunia, banyak langkah-langkah positif yang diterapkan pemerintah
Inggris melalui FSA dalam mengembangkan dan mendukung pertumbuhan bank syariah
di negara tersebut, seperti, penghilangan pajak ganda pada produk murabahah.
Dalam
pengawasan syariah dan lembaga fatwa yang digunakan oleh bank syariah diatur
oleh FSA, dengan mengadopsi standar Syariah Internasional. Pengembangan bank
syariah di Inggris melakukan kordinasi dengan Dewan Pengawas Syriah setempat di
negara bank tersebut dibuka.
Lembaga
Fatwa di Inggris sendiri tidak ada, hanya setiap bank syariah yang harus
memiliki dewan pengawas syariah yang berhak mengeluarkan fatwa.
5.
Uni Emirat Arab
Negara
Uni Emirat Arab membuat lembaga otoritas syariah tertinggi yang berfungsi
sebagai penetap ketentuan syariah dari lembaga keuangan syariah. Lembaga ini
didirikan berdasarkan UU Federal Nomor 6 tahun 1985 Pasal 5.
Kewenangan
dari lembaga ini adalah sebagai pemegang kekuatan syariah tertinggi di UAE.
Anggota dari Otoritas Syariah din UAE tidak dibatasi untuk dapat menjadi dewan
pengaws syariah di Lembaga Keuangan Islam yang ada di negara tersebut.16
Tidak
jauh berbeda dengan lembaga Fatwa di Indonesia yang juga dimiliki oleh
organisasi-organisasi Islam tertentu, pada negara-negara UEA juga banyak
terdapat mufti-mufti pribadi.
Banyaknya
mufti-mufti di negara UEA memberikan kebebasan pada masyarakat untuk mengikuti
mufti yang dia yakini, ataupun lembaga keuangan syariah berhak untuk mengangkat
dewan pengawas syariahnya sendiri, tanpa ada rekomendasai dari Lembaga Fatwa
Negara.
E.
Penutup
Hampir
diseluruh Negara yang memiliki sistem perbankan syariah memiliki Dewan Syariah
Nasional dimana fungsi dan tugas dari lembaga tersebut sebagi pemegang otoriter
tentang syariah di negara tersebut. Namun di beberapa negara yang menerapkan
hukum Islam tidak melembagakan dewan syariah secara resmi. Namun tetap memiliki
dewan pengawas syariah dimasing-masing lembaga keuangan.
Peran
dan Fungsi dari DSN sangat siginifikan, hal ini disebabkan kebutuhan dunia
perbankan terhdap kehalalan produk yang akan diberikan kepada masyarakat dan
untuk menciptakan rasa aman dan kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah.
Disetiap
Negara memiliki kebijakan tersendiri untuk menetapkan struktur dan posisi DSN
dalam dunia keuangan maupun perbankan, di Indonesia DSN merupkan lembaga
indevenden yang memiliki otoritas yang kuat terhadap hukum – hukum Islam yang
berkaitan dengan Lembaga Keuanagn Islam. dan Lemabagaini berada dibawah Majelis
Ulama Indonesia.
Malaysia
dan Pakistan menempatkan DSN berada di bawah struktur Bank sentral di negara
tersebut, hal ini menjadikan kinerja dan dukungan terhadap Lembaga Fatwa
tersebut lebih besar dan pesat berkembang.
Hanya
saja kecenderungan lembaga tersebut terhadap pemerintah dapat mempengaruhi
indevendensi dari lembaga itu sendiri. Karena akan menimbang pada keinginan
dari pemerintah yang dalam hal ini oleh Bank Central di negara tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Karnaen A.
Perwataatmadja dan Hendri Tanjung. Bank
Syariah Teori, Praktik, dan
Peranannya, Jakarta: Celestial Publishing, 2007.
Antonio,
Muhammad Syafi’I. Bank Syariah dari Teori
ke Praktik. Cet.1, Jakarta : Gema
Insani
Press, 2001.
Usman, Rachmadi,
Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Google book. 68-69
diakses
melalui situs http://books.google.co.id (pada tanggal 31 Mei 2012)
Ascarya. Akad & Produk bank Syariah, Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2008.
Hasan, Zubairi. Undang-undang Perbankan Syariah: Titik Temu
Hukum Islam dan Hukum
Nasional , ed.1, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Sjahdeini, Sutan
Remy. Perbankan Syariah Produk-produk dan
Aspek Hukumnya, (Jakarta:
PT
Jakarta Agung Offset, 2010
Usmani, Muhammad
Imran Ashraf. Meezanbanks’s Guide to
Islamic Banking, Pakistan:
Darul-Ishaat
Urdu Bazar Karachi-I, 2002.
Ahmed,
Salahuddin. Islamic Banking Finance and
Insurance a Global Overview, Kuala
Lumpur:
Percetakan Zafar Sdn. Bhd, 2006.
Lewis, Mervyn K
dan Latifa M. Algaoud. Perbankn Syariah
Prinsip, Praktik, dan Prospek,
penerjemah
Burhan Wirasubrata. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2001.
Undang-undang
No. 21. Tentang Perbankan Syariah Tahun 2008
http://www.hawkamah.org/files/Islamic%20Finance%20Policy%20Brief%20FINAL%20Ma
y%2025%202011.pdf
http://www.sbp.org.pk/departments/pdf/StrategicPlanPDF/Appendix
C%20Shariah%20Compliance.pdf
http://raizeva-syariahekonomi.blogspot.com/2012/04/perkembangan-ekonomi-syariah-di-
negara.html
http://www.mui.or.id
www.bi.go.id
REFERENSI