Tuesday, March 21, 2017

PENGARUH INFLASI TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN



TUGAS SOFTSKILL
AKUNTANSI INTERNASIONAL

E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 5, No. 4, 2016: 2484-2510                         ISSN : 2302-8912

PENGARUH SUKU BUNGA SBI, INFLASI, DAN
FUNDAMENTAL PERUSAHAAN TERHADAP HARGA
SAHAM INDEKS LQ-45 DI BEI

Ayu Dek Ira Roshita Dewi 1
Luh Gede Sri Artini2
1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia
e-mail: roshitadewi5@gmail.com / telp: +6285 738 455 596

ABSTRAK

Harga saham merupakan cerminan dari nilai perusahaan. Fluktuasi harga saham bukan hanya dapat dipengaruhi oleh kondisi internal perusahaan tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi dan industri suatu perusahaan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui signifikansi pengaruh suku bunga SBI dan inflasi, serta fundamental perusahaan (earning per share, return on equity, dan debt to equity ratio) terhadap harga saham pada perusahaan Indeks LQ-45 di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2011-2014. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 23 perusahaan yang diambil dengan menggunakan metode purposive sampling. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda. Hasil analisis data menunjukkan bahwa earning per share (EPS) dan return on equity (ROE) secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham, sedangkan variabel suku bunga SBI, inflasi, dan debt to equity ratio (DER) secara parsial berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham pada perusahaan indeks LQ-45 di BEI periode 2011-2014.

Kata Kunci: Suku Bunga SBI, Inflasi, earning per share (EPS), return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), Harga Saham.




PENDAHULUAN
Pasar modal Indonesia saat ini telah berkembang pesat serta berperan penting dalam memobilisasi dana investor yang akan berinvestasi. Investasi saham adalah salah satu bentuk investasi yang paling diminati di pasar modal karena investasi saham dapat memberikan dua macam keuntungan bagi investor yaitu berupa capital gain dan dividen. Adanya informasi yang terpercaya dan relevan mengenai dinamika stock price di pasar modal sangat diperlukan bagi investor untuk dapat memperoleh keuntungan yang maksimum atas investasi saham yang dilakukan (Putra, 2014). Informasi ini nantinya akan digunakan dalam penilaian investasi saham guna menentukan keputusan investasi yang tepat.
Menurut Nurmalasari (2009) harga saham menunjukkan nilai perusahaan. Semakin tinggi harga saham bisa diartikan bahwa semakin tinggi pula nilai perusahan tersebut, begitu pula sebaliknya. Menurut Anoraga et al (2009:59), harga saham juga merupakan harga pasar atau market price, yaitu harga saham pada pasar riil serta yang paling mudah ditentukan karena merupakan harga dari suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung. Apabila pasar sudah ditutup, maka harga pasar adalah harga penutupan atau disebut closing price. Harga saham terus berfluktuasi tergantung dari prospek perusahaan di masa yang akan datang
serta jumlah permintaan dan penawaran atas saham tersebut.
Setiap sekuritas memiliki intensitas transaksi yang berbeda-beda di pasar modal. Sebagian sekuritas aktif diperdagangkan, namun sebagian sekuritas lainnya cenderung bersifat pasif (Tandelilin, 2010:87). Intensitas transaksi saham ini akan berdampak pada nilai Indeks Harga Saham yang merupakan cerminan dari pergerakan harga saham dan nantinya akan mempengaruhi kinerja bursa secara keseluruhan. Salah satu jenis indeks harga saham di BEI yang sangat aktif diperdagangkan adalah Indeks LQ-45 yang terdiri dari 45 saham unggulan dengan tingkat likuiditas yang tinggi dan kapitalisasi pasar yang besar serta telah lolos uji menurut beberapa kriteria pengujian (Tandelilin, 2010:87).
Penilaian investasi saham dapat dibagi menjadi dua macam analisis yaitu analisis teknikal dan fundamental. Analisis teknikal menitikberatkan pada bagaimana memprediksi arah pergerakan harga saham serta indikator pasar saham lainnya melalui studi grafik historis (Tandelilin, 2010:392). Sedangkan analisis fundamental menurut Darmadji (2012:189) merupakan salah satu cara penilaian saham dengan mempelajari atau mengamati berbagai indikator tidak hanya dari data-data perusahaan tetapi juga terkait kondisi makro ekonomi dan kondisi industri suatu perusahaan. Penelitian ini menggunakan metode analisis fundamental dengan pendekatan top-down. Pendekatan ini dilakukan melalui tiga tahapan yaitu dengan mengidentifikasi pengaruh faktor makro ekonomi, industri, dan fundamental perusahaan (Tandelilin, 2010:339). Penelitian ini menggunakan dua tahap pendekatan top-down yaitu factor makro ekonomi dan fundamental perusahaan. Faktor makro ekonomi dicerminkan melalui suku bunga SBI dan inflasi dan faktor fundamental perusahaan dicerminkan melalui earning per share (EPS), return on equity (ROE), dan debt to equity ratio (DER).
Suku bunga SBI adalah instrumen suku bunga yang dikeluarkan oleh BI untuk mengontrol peredaran uang di masyarakat (Rismawati, 2010). Suku bunga SBI adalah bentuk cerminan kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada tingkat suku bunga serta diumumkan kepada publik (Bank Indonesia, 2013). Perubahan tingkat suku bunga SBI dapat memicu pergerakan di pasar saham karena kenaikan suku bunga SBI akan mendorong investor untuk menginvestasikan dana mereka di sektor perbankan, bukan pada saham yang memiliki risiko yang lebih besar (Purnamawati, 2015). Menurut Amin (2013) perubahan yang terjadi pada suku bunga SBI akan mempengaruhi tingkat suku suku bunga kredit dan tingkat suku bunga deposito di masyarakat sehingga investor akan menarik investasinya pada saham dan mengalihkannya dalam bentuk tabungan dan deposito. Harga saham di pasar akan turun karena berkurangnya permintaan akan saham tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Alam (2009) menyatakan bahwa tingkat suku bunga SBI memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap harga saham. Hasil yang berbeda diperoleh oleh Liauw (2012), Nugraha (2014) dan Aurora (2013) yang menyatakan bahwa suku bunga SBI berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham. Beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Amperaningrum et al (2011) dan Kewal (2012) menemukan hasil bahwa suku bunga SBI berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham.
Harga saham juga dapat dipengaruhi oleh inflasi. Menurut Tandelilin (2010:342), inflasi adalah kecenderungan terjadi peningkatan pada harga produk secara menyeluruh sehingga menyebabkan terjadinya penurunan daya beli uang. Tingkat inflasi yang tinggi akan menyebabkan biaya produksi yang harus ditanggung perusahaan juga ikut naik dan daya beli masyarakat akan turun dan hal ini juga akan mempengaruhi pasar modal secara tidak langsung. Ketertarikan investor untuk berinvestasi saham akan menurun sehingga permintaan saham berkurang dan kemudian akan menyebabkan harga saham ikut menurun. Penelitian yang dilakukan oleh Yogaswari (2012) dan Nugraha (2014) menyatakan bahwa inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham. Hasil yang berbeda didapatkan oleh Mousa (2012) serta Safitri dan Kumar (2014) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap harga saham. Penelitian yang dilakukan oleh Aurora dan Riyadi (2013) serta Nugroho (2008) menyatakan bahwa inflasi berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham.
Menurut Wang, et al. (2013), rasio keuangan yang sering digunakan dalam mengukur harga saham adalah Earning Per Share (EPS) dan Return On Equity (ROE). EPS adalah bentuk pemberian keuntungan kepada pemegang saham atas setiap lembar saham yang dimilikinya dan dapat dihitung dengan membagi antara laba per lembar saham dengan jumlah saham yang beredar (Fahmi, 2012:97). Semakin tinggi nilai EPS perusahaan maka akan meningkatkan harga saham perusahaan bersangkutan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hatta (2012), Ratih (2013) dan Sari (2014) menemukan bahwa EPS berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham, namun hasil berbeda ditemukan oleh Menike (2014) dan Haque (2013) bahwa EPS berpengaruh negatif terhadap harga saham.
Rasio Return On Equity (ROE) digunakan untuk mengukur keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba atau keuntungan bagi para pemegang saham atas modal yang telah diinvestasikan (Mardiyanto, 2009:196). Menurut Hutami (2012), nilai ROE akan meningkat dengan adanya peningkatan laba bersih sehingga investor tertarik untuk membeli saham tersebut dan harga saham perusahaan tersebut akan mengalami kenaikan. Penelitian yang dilakukan oleh Mustafa (2014) dan Astutik (2014) menemukan bahwa ROE berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham. Wang, et al (2013) menemukan bahwa ROE merupakan variabel dengan pengaruh paling signifikan dan berpengaruh langsung terhadap harga saham, namun hasil yang berbeda ditemukan oleh Octavia (2010) yang menemukan bahwa ROE tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham.
Menurut Husnan (2009:70) DER merupakan salah satu rasio keuangan yang mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam melunasi hutang dengan modal yang dimiliki. Semakin tinggi nilai DER menunjukkan bahwa semakin besar proporsi utang perusahaan, yang akan mendorong risiko yang lebih tinggi dalam investasi sehingga berinvestasi pada perusahaan tersebut akan dihindari oleh investor (Hatta dan Dwiyanto, 2012). Penelitian oleh Pradipta (2012) menemukan hasil bahwa DER berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham. Berbeda dengan Hatta (2012) dan Widaningsih (2013) yang menemukan bahwa DER berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham. Hasil berbeda
juga didapatkan oleh Safitri (2013), Astutik et al. (2014) yang menyatakan bahwa DER berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham.
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Apakah suku bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap harga saham? 2) Apakah inflasi berpengaruh signifikan terhadap harga saham? 3) Apakah Earning Per Share (EPS) berpengaruh signifikan terhadap harga saham? 4) Apakah Return on Equity (ROE) berpengaruh signifikan terhadap harga saham? 5) Apakah Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh signifikan terhadap harga saham?
Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi pengaruh parsial antara variabel suku bunga SBI, inflasi, EPS, ROE, dan DER terhadap harga saham.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, yaitu diharapkan dapat memberikan kontribusi empiris kepada manajemen keuangan khususnya mengenai pengaruh suku bunga SBI dan tingkat inflasi, serta fundamental perusahaan (EPS, ROE, dan DER), terhadap harga saham serta manfaat secara praktis yaitu diharapkan dapat memberikan informasi kepada investor dalam pengambilan keputusan, khususnya mengenai pengaruh suku bunga SBI dan tingkat inflasi, serta fundamental perusahaan (EPS, ROE, dan
DER), terhadap harga saham pada perusahaan indeks LQ-45 periode 2011-2014.
Peningkatan suku bunga SBI diikuti dengan peningkatan suku bunga simpanan akan menyebabkan investor cenderung mengalihkan dananya dalam bentuk simpanan deposito dengan estimasi tingkat pendapatan/return yang diperoleh lebih tinggi dan tingkat risiko lebih rendah daripada jika berinvestasi pada saham (Tandelilin, 2010:343). Tingkat penawaran saham akan meningkat karena banyak investor yang menjual sahamnya sedangkan tingkat permintaan saham tetap sehingga harga saham akan turun atau berpengaruh secara negatif. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian dari Permana (2009), Kewal (2012), Yogaswari (2012) dan Aurora (2013) menyatakan bahwa tingkat bunga SBI memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap harga saham. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1: Suku Bunga SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Harga Saham.
Tingkat inflasi yang tinggi biasanya akan dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang overheated atau dapat diartikan kecenderungan kenaikan harga barang akibat terlalu tingginya tingkat permintaan atas produk hingga melebihi kapasitas penawaran produknya (Tandelilin, 2012:343). Kenaikan harga kebutuhan pokok dan bahan baku produksi menyebabkan biaya produksi perusahaan juga akan ikut naik karena. Hal ini juga akan mempengaruhi pasar modal dimana permintaan saham akan menurun karena penurunan daya beli investor. Dampaknya adalah jumlah saham yang ditawarkan akan lebih banyak daripada jumlah permintaan saham sehingga harga saham akan mengalami penurunan. Hasil penelitian dari Aurora (2013), Yogaswari (2012) dan Sihaloho (2013) menemukan bahwa inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H2: Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Harga Saham.
Menurut Darmadji (2012:97), rasio EPS menunjukkan besarnya keuntungan yang dapat diperoleh pemegang saham per lembar saham yang dimiliki. Semakin tinggi nilai EPS merupakan kabar baik bagi pemegang saham karena semakin besar laba yang akan diperoleh pemegang saham. Rasio EPS sering digunakan oleh manajemen untuk dapat menarik minat calon investor ntuk berinvestasi pada saham perusahaan bersangkutan. Nilai EPS yang terus meningkat akan menarik minat investor untuk berinvestasi saham pada perusahaan tersebut sehingga harga saham juga akan meningkat karena tingginya permintaan. Pernyataan tersebut didukung oleh beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Pasaribu (2008), Amalia (2010), Silviana (2013), dan Widaningsih (2013) yang menemukan hasil bahwa secara parsial EPS memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Hal serupa juga ditemukan oleh Malhotra (2013) dan Putranto (2014) bahwa earning per share EPS berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H3: Earning Per Share (EPS) berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham.
Return On Equity (ROE) digunakan untuk mengukur keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan atau laba untuk pemegang saham. ROE dianggap sebagai representasi dari kekayaan pemegang saham atau nilai perusahaan (Mardiyanto, 2009:196). Nilai ROE semakin tinggi menunjukkan bahwa kinerja perusahaan tersebut semakin baik dalam mengelola modal yang tersedia untuk dapat menghasilkan laba. Chrisna (2011) dalam Hutami (2012) menyatakan bahwa setiap kenaikan nilai ROE maka biasanya harga saham perusahaan bersangkutan juga akan mengalami kenaikan. Semakin tinggi ROE berarti semakin efisien penggunaan modal sendiri yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham. Teori tersebut didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Kusumawardani (2011), Wang et al. (2013), dan Sari (2014) menyatakan bahwa ROE berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham. Hal ini berarti semakin tinggi nilai ROE maka akan berdampak pada peningkatan harga saham. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H4: Return On Equity (ROE) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Harga Saham.
Rasio debt to equiy ratio (DER) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam melunasi utang dengan modal yang dimiliki (Husnan, 2009:70). Sudana (2011:153) menyatakan bahwa semakin besar penggunaan utang dibandingkan dengan modal sendiri mengakibatkan penurunan nilai perusahaan tersebut. Investor cenderung akan menghindari berinvestasi pada perusahaan dengan DER yang tinggi karena semakin tinggi penggunaan hutang maka dividen yang seharusnya dibagikan kepada pemegang saham akan berkurang karena laba yang diperoleh digunakan untuk membayar utang perusahaan. Hal ini menyebabkan investor menjadi tidak tertarik untuk berinvestasi pada saham tersebut sehingga permintaan saham akan menurun dan harga saham juga ikut menurun. Teori tersebut diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Hatta (2012), Widaningsih (2013), serta Ratih (2013) menyatakan bahwa DER berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H5: Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Harga Saham.



METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian ini dilakukan pada perusahaan Indeks LQ-45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2014 yang diakses melalui situs www.idx.co.id. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dan data kualitatif serta sumber data sekunder yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia.
Variabel dalam penelitian ini diantaranya adalah Harga Saham (dalam satuan rupiah), Suku Bunga SBI (dalam satuan persen), Inflasi (dalam satuan persen), Earning Per Share (dalam satuan rupiah), Return On Equity (dalam satuan persen), dan Debt To Equity Ratio (dalam satuan persen).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang sahamnya tergabung dalam Indeks LQ-45 di BEI selama periode penelitian 2011-2014. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling. Kriteria pemilihan sampel penelitian yaitu perusahaan yang aktif tercatat/terdaftar sebanyak delapan (8) kali secara berturut-turut di Indeks LQ-45 selama periode penelitian 2011-2014, atau dapat dilihat pada Tabel 1.



Penelitian ini menggunakan teknik Analisis Regresi Linier Berganda. Regresi Linier Berganda digunakan untuk mengetahui suku bunga SBI, Inflasi, dan Fundamental Perusahaan (EPS, ROE, dan DER) terhadap harga saham, dengan model regresi sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b1X5 + e

Keterangan:

Y         = Harga Saham
X1        = Suku Bunga SBI
X2        = Inflasi
X3          = Earning Per Share (EPS)
X4        = Return On Equity (ROE)
X5        = Debt To Equity Ratio (DER)
a          = Nilai Konstanta
b1         = Koefisien Regresi Suku Bunga SBI
b2            = Koefisien Regresi Inflasi
b3         = Koefisien Regresi Earning Per Share (EPS)
b4         = Koefisien Regresi Return On Equity (ROE)
b5         = Koefisien Regresi Debt To Equity Ratio (DER)
e          = error atau sisa (residual)


 Dari hasil uji statistik deskriptif pada Tabel 2. diatas, diperoleh informasi mengenai nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata, dan standar deviasi tiap variabel penelitian.
Nilai minimum suku bunga SBI sebesar 5,77 persen merupakan nilai pada tahun 2012, sedangkan nilai maksimum sebesar 7,53 persen terjadi pada tahun 2014. Pada variabel nilai terendah sebesar 4,28 persen adalah nilai Inflasi pada tahun 2012, sedangkan nilai tertinggi sebesar 6,95 persen merupakan nilai pada tahun 2013. Variabel Earning Per Share (EPS) memiliki nilai minimum sebesar 28,45 dimiliki oleh Kalbe Farma, Tbk tahun 2012, dan nilai maksimum dimiliki oleh Astra Internasional, Tbk. dan Indo Tambangraya Megah, Tbk pada tahun 2011. Nilai terendah Return On Equity (ROE) dimiliki oleh Adaro Energi, Tbk pada tahun 2014, sedangkan nilai tertinggi dimiliki oleh Unilever Indonesia, Tbk pada tahun 2013. Variabel Debt To Equity Ratio (DER) dengan nilai minimum sebesar 0,15 persen dimiliki oleh Indocement Tunggal Prakasa, Tbk pada tahun 2014 sedangkan nilai tertinggi dimiliki oleh Bank Rakyat Indonesia, Tbk pada tahun 2011. Variabel harga saham memiliki rentang nilai Rp 660 hingga Rp 62.050. Nilai terendah dimiliki oleh Indocement Tunggal Prakasa, Tbk pada tahun 2014, sedangkan nilai tertinggi dimiliki oleh Bank Rakyat Indonesia, Tbk pada tahun 2011.

 
Pada Tabel 3. terlihat besarnya nilai Kolmogorov - Smirnov adalah 0,703 dan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,707 dimana Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari tingkat signifikansi (0,05), maka dapat diartikan bahwa model yang dibuat berdistribusi normal dan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.

 
Tabel 4. menunjukkan nilai Durbin-Watson adalah 2.089. Nilai D-W menurut tabel dengan n = 92 dan k = 5 diperoleh angka dl = 1.5482 dan du = 1.7767. Nilai du<d<(4-du) (1.5482<2.089<2.2233), maka dapat diartikan tidak terdapat autokorelasi antar residual sehingga dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.




Tabel 5. menunjukkan nilai VIF dan Tolerance yang kurang dari 0,1 ataupun nilai VIF yang lebih tinggi dari 10 maka dapat diartikan bahwa tidak ditemukan adanya gejala multikolinearitas.




Gambar 1. menunjukkan bahwa titik-titik pada grafik scatterplot menyebar secara acak (random) maka dapat diartikan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.


 Hasil analisis pada Tabel 6. dapat dinyatakan dalam persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:

Y= 3,045 + 0,019 X1 + 0,047 X2 + 0,851 X3 + 0,008 X4 – 0,022 X5

Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi adjusted R square model 0,787 atau sebesar 78,7 persen artinya sebesar 78,7 persen variasi atau perubahan harga saham dapat dijelaskan oleh variasi variabel dalam model tersebut yaitu suku bunga SBI, inflasi, EPS, ROE, dan DER. Sisanya sebesar 21,3 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model regresi yang digunakan.
Tabel 6 menunjukan hasil uji statistik F bahwa dalam hasil regresi linier berganda diperoleh nilai siginifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari tingkat α = 0,05 yang artinya variabel suku bunga SBI, inflasi, EPS, ROE, dan DER memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham atau dapat diartikan bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini layak.
Pengujian hipotesis pertama yaitu pengaruh suku bunga SBI terhadap harga saham memperoleh koefisien regresi sebesar 0,019 dan signifikansi sebesar 0,868 lebih besar daripada taraf nyata 0,05 yang menunjukan bahwa variabel suku bunga SBI secara statistik berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham pada perusahaan indeks LQ-45 maka hipotesis ditolak. Nilai koefisien regresi suku bunga SBI adalah sebesar 0,019 menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 persen suku bunga SBI akan menaikkan harga saham sebesar 0,019 persen.
Menurut teori analisis fundamental dikatakan bahwa peningkatan suku bunga SBI diikuti dengan peningkatan suku bunga simpanan akan menyebabkan investor cenderung mengalihkan dananya dalam bentuk simpanan deposito dengan pendapatan/return yang lebih tinggi dan tingkat risiko yang lebih rendah daripada berinvestasi pada saham (Tandelilin, 2010:343). Peningkatan suku bunga SBI akan menyebabkan investor enggan untuk berinvestasi pada saham sehingga permintaan saham akan berkurang dan mengakibatkan penurunan harga saham.
Hasil penelitian ini berlawanan dengan teori analisis fundamental serta tidak sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Permana (2009), Kewal (2012), Yogaswari (2012) dan Aurora (2013) menyatakan bahwa tingkat bunga SBI memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham. Suku bunga SBI berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham dapat disebabkan karena rata-rata tingkat suku bunga SBI sebesar 6,5% selama periode penelitian 2011-2014 masih dianggap tidak lebih menguntungkan dibandingkan dengan berinvestasi pada saham. Investor masih menganggap bahwa investasi pada saham masih dapat menghasilkan return yang lebih tinggi daripada deposito sehingga suku bunga SBI tidak terlalu diperhatikan oleh investor. Peningkatan suku bunga SBI tidak terlalu mempengaruhi permintaan saham pada Indeks LQ-45 sehingga tidak pula terlalu mempengaruhi harga saham.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Amperaningrum (2011), dan Kewal (2012) yang menemukan hasil bahwa suku bunga SBI berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham.
Pengujian hipotesis kedua yaitu pengaruh Inflasi terhadap harga saham memperoleh koefisien regresi sebesar 0,047 dan tingkat signifikansi sebesar 0,504 lebih besar daripada taraf nyata 0,05 yang menunjukan bahwa variabel inflasi secara statistik berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham pada perusahaan indeks LQ-45 atau hipotesis ditolak. Nilai koefisien regresi inflasi adalah sebesar 0,047 menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 persen tingkat inflasi akan menaikkan harga saham sebesar 0,047 persen.
Teori analisis fundamental menyatakan bahwa peningkatan inflasi secara relatif merupakan sinyal negatif bagi pemodal di pasar modal karena akan meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan (Tandelilin, 2010:343). Biaya produksi perusahaan juga ikut meningkat dan akan membuat investor berpikir dua kali untuk berinvestasi saham sehingga berdampak pada penurunan daya beli investor akan saham. Penurunan daya beli tersebut menyebabkan permintaan saham menurun sehingga cenderung terjadi penurunan harga saham.
Hasil penelitian ini berlawanan dengan teori analisis fundamental serta berlawanan arah dengan penelitian sebelumnya oleh Aurora (2013), Yogaswari (2012) dan Sihaloho (2013) menyatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham. Hasil penelitian ini bisa disebabkan karena inflasi yang terjadi selama periode penelitian tidak begitu tinggi. Pada hasil statistik deskriptif dinyatakan bahwa nilai rata-rata inflasi selama periode penelitian 2011-2014 adalah sebesar 5,75 pesen. Menurut Kewal (2012) pasar masih bisa menerima jika tingkat inflasi masih dibawah 10 persen, tetapi apabila
tingkat inflasi diatas 10 persen maka pasar modal juga akan terganggu.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Aurora dan Riyadi (2013), Nugroho (2008), Meinina (2009), Tobing (2009) bahwa inflasi berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham.
Pengujian hipotesis ketiga yaitu pengaruh Earning Per Share (EPS) terhadap harga saham memperoleh koefisien regresi sebesar 0,851 dan signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil daripada taraf nyata 0,05 yang menunjukkan bahwa EPS secara signifikan berpengaruh positif terhadap harga saham. Ini berarti setiap peningkatan EPS akan mengakibatkan peningkatan harga saham.
Hasil penelitian ini sesuai dan mendukung teori analisis rasio keuangan, dimana dinyatakan bahwa EPS adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimiliki (Fahmi, 2012:97). Semakin tinggi tingkat laba per lembar lembar saham yang dapat diberikan perusahaan akan memberikan pengembalian yang cukup baik dan akan menarik minat investor untuk melakukan investasi yang lebih besar lagi sehingga berdampak pada peningkatan harga saham perusahaan (Weston dan Brigham, 2001).
Hasil penelitian ini diperkuat oleh beberapa penelitian terdahulu oleh Pasaribu (2008), Amalia (2010), Silviana (2013), Widaningsih (2013), Malhotra (2013) dan Putranto (2014) menunjukkan hasil bahwa secara parsial earning per share (EPS) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham.
Pengujian hipotesis keempat yaitu pengaruh Return On Equity (ROE) terhadap harga saham memperoleh koefisien regresi sebesar 0,008 dan signifikansi sebesar 0,001 lebih kecil daripada taraf nyata 0,05 yang menunjukkan bahwa ROE secara signifikan berpengaruh positif terhadap harga saham, maka hipotesis diterima. Ini berarti setiap peningkatan ROE sebesar satu persen akan mengakibatkan peningkatan harga saham sebesar 0,008 persen.
Hasil penelitian ini sesuai dan mendukung teori analisis rasio keuangan, dimana secara teori dinyatakan bahwa ROE dianggap sebagai representasi kekayaan pemegang saham atau representasi dari nilai perusahaan (Mardiyanto, 2009:196). Nilai ROE yang semakin tinggi berarti bahwa penggunaan modal sendiri oleh perusahaan semakin efisien untuk dapat menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham. Investor akan tertarik untuk berinvestasi pada saham yang memiliki tingkat ROE tinggi sehingga permintaan investor akan saham tersebut juga meningkat dan nantinya akan berdampak pula pada peningkatan harga saham.
Berkaitan dengan penelitian yang sebelumnya, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Kusumawardani (2011), Wang et al. (2013), dan Sari (2014) menyatakan bahwa return on equity (ROE) berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham.
Pengujian hipotesis kelima yaitu pengaruh debt to equity ratio (DER) terhadap harga saham memperoleh koefisien regresi sebesar -0,022 dan signifikansi sebesar 0,298 lebih besar daripada taraf nyata 0,05 yang menunjukkan bahwa DER memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap harga saham, maka hipotesis ditolak. Ini berarti setiap peningkatan DER akan mengakibatkan penurunan harga saham.
Menurut teori analisis rasio keuangan dinyatakan bahwa semakin tinggi DER maka semakin tinggi pula proporsi penggunaan utang oleh perusahaan sehingga risiko perusahaan untuk tidak mampu membayar hutang semakin tinggi sehingga minat investor berinvestasi saham berkurang dan harga saham menjadi turun (Hatta dan Dwiyanto, 2012). DER yang tinggi menunjukkan tingginya ketergantungan permodalan perusahaan terhadap pihak luar, sehingga beban perusahaan juga semakin berat. Jika beban utang perusahaan tinggi atau melebihi modal sendiri yang dimiliki, maka harga saham perusahaan akan menurun (Amanda et al, 2012).
DER berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham dapat disebabkan investor lebih mementingkan tingkat dividen yang tinggi dan tidak terlalu memperhatikan tingkat hutang perusahaan. Nilai DER biasanya lebih diperhatikan oleh kreditor. Kreditor lebih menyukai rasio hutang yang rendah karena makin rendah rasio hutang maka makin besar perlindungan terhadap kerugian kreditor jika terjadi likuidasi. (Brigham, 2010: 143). Hasil penelitian ini dapat diartikan bahwa naik turunnya tingkat DER tidak terlalu mempengaruhi tingkat permintaan saham pada indeks LQ-45 sehingga tidak pula mempengaruhi harga saham.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Safitri (2013), Astutik et al. (2014), dan Widaningsih (2012) yang menyatakan bahwa DER berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pada hasil analisis data dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Suku bunga SBI berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham. Hal ini berarti bahwa investor tidak terlalu memperhatikan tingkat suku bunga SBI dalam melakukan investasi saham dan masih menganggap bahwa investasi saham masih lebih menguntungkan daripada deposito. 2) Inflasi berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham. Investor tidak terlalu memperhatikan tingkat inflasi dalam melakukan investasi saham karena tingkat inflasi selama periode 2011-2014 tidak terlalu tinggi dan masih dapat diterima. 3) Earning Per Share (EPS) secara signifikan berpengaruh positif terhadap harga saham. Peningkatan EPS akan berdampak pada peningkatan harga saham. 4) Return On Equity (ROE) secara signifikan berpengaruh positif terhadap harga saham. Ini berarti peningkatan ROE akan berdampak pada peningkatan harga saham. 5) Debt To Equity Ratio (DER) berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham. Investor lebih mementingkan tingkat dividen yang tinggi dan tidak terlalu memperhatikan tingkat penggunaan hutang perusahaan sehingga DER tidak terlalu mempengaruhi harga saham. 6) Nilai koefisien determinasi menunjukan bahwa sebesar 78,6 persen variasi atau perubahan harga saham dapat dijelaskan oleh variasi variabel dalam model yaitu suku bunga SBI, inflasi, EPS, ROE, dan DER. Sisanya sebesar 21,4 % dijelaskan oleh variabel lain diluar model regresi yang digunakan.
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dan simpulan diatas, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1) Penelitian selanjutnya disarankan agar menggunakan variabel lainnya yang dapat mempengaruhi harga saham yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. 2) Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar tidak hanya terbatas pada perusahaan dalam indeks LQ-45 saja tetapi juga pada indeks lainnya yang ada di BEI serta saham dari berbagai macam industri lainnya yang ada di BEI. 3) Investor yang akan berinvestasi saham dapat mempertimbangkan variabel EPS dan ROE karena berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa EPS dan ROE berpengaruh signifikan terhadap harga saham. 4) Pihak perusahaan sebaiknya terus meningkatkan kinerja perusahaan melalui peningkatan nilai EPS dan ROE untuk menarik minat investor. Namun perusahaan juga diharapkan dapat menjaga rasio DER dengan baik karena DER menunjukkan risiko finansial perusahaan yang akan mempengaruhi minat investor dalam keputusan investasinya. Perusahaan juga diharapkan tetap memperhatikan variabel makro ekonomi yaitu suku SBI dan inflasi karena ketika suku bunga SBI dan inflasi mengalami perubahan yang cukup drastis maka akan mempengaruhi pasar modal itu sendiri.


REFERENSI

Alam, Md. Mahmudul. 2009. Relationship Between Interest Rate and Stock Price: Empirical
          Evidence from Developed and Developing Countries. International Journal of Business
          and Management. Vol. 4 No. 3. pp 43– 51
Amalia, H.S. 2010. Analisis Pengaruh Earning Per Share, Return On Investment, dan Debt
          To Equity Ratio Terhadap Harga Saham Perusahaan Farmasi di Bursa Efek Indonesia.
          Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Banjarmasin
Amanda, Astrid, Darminto dan A. Husaini. 2012. Pengaruh Debt to Equity Ratio, Return On
          Equity, Earning Per Share, dan Price Earning Ratio Terhadap Harga Saham. Jurnal
          Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.
Amin, Muhammad, Zuhdi. 2013. Pengaruh Tingkat Inflasi, Suku Bunga SBI, Nilai Kurs
Dollar (USD/IDR) dan Indeks Dow Jones (DIJA) Terhadap Pergerakan IHSG di BEI
Periode 2008-2011. Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Amperaningrum. I, dan Robby S.A. 2011. Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Nilai Tukar
Mata Uang, dan Tingkat Inflasi Terhadap Perubahan Harga Saham Sub Sektor Perbankan di Bursa Efek Indonesia. Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur, dan Sipil) Universitas Gunadarma - Depok. Vol.4. pp 160-164
Anoraga, Pandji dan Piji Pakarta. 2009. Pengantar Pasar Modal. Yogyakarta: PT. Rineka
          Cipta.
Astutik, E. Dwi, Surachman, dan A. Djazuli. 2014. The Effect of Fundamental and Technical
Variables on Stock Price (Study on Manufacturing Companies Listed in Indonesia Stock Exchange). Journal of Economics, Business, and Accountancy Ventura Vol. 17. pp:345 – 352
Aurora, Tona dan Agus Riyadi. 2013. Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, dan Kurs Terhadap
Indeks LQ-45 di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode Tahun 2007-2011. Jurnal Dinamika Manajemen.Vol.1 No.3. Hal 183-197
Darmadji, Tjiptono dan Hendy M. Fakhruddin. 2012. Pasar Modal Di Indonesia Edisi 3.
          Jakarta: Salemba Empat.
Fahmi, Irham. 2012. Manajemen Investasi: Teori dan Soal Jawab. Penerbit Salemba Empat
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariative dengan Program SPSS. Semarang:
          Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Haque, S. and M. Faruqee. 2013. Impact of Fundamental Factors on Stock Price: A Case
Base Approach on Pharmaceutica Companies Listed with Dhaka Stock Exchange. International Journal of Business and Management Invention, Vol. 2 Issue 9. pp 34-41
Hatta, Atika Jauharia and Bambang Sugeng Dwiyanto. 2012. The Company Fundamental
Factors and Systematic Risk in Increasing Stock Price. Journal of Economics, Business, and Accountancy Ventura, 15 (2), pp: 245-256.
Husnan, Suad. 2009. Dasar-dasar Teori Portofolio & Analisis Sekuritas. Edisi Keempat.
          Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Hutami, Rescyana Putri. 2012. Pengaruh Dividend Per Share, Return On Equity dan Net
profit Margin Tergadap Harga Saham Perusahaan Industri Manufaktur yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2010. Jurnal Nominal, 1 (1), pp: 104-123.
Kewal, Suramaya S. 2012. Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs, dan Pertumbuhan PDB
Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Musi Palembang, Indonesia. pp 53-64
Kusumawardani, A. 2011. Analisis Pengaruh EPS, PER, ROE, FL, DER, CR, ROA Pada
Harga Saham dan Dampaknya Terhadap Kinerja Perusahaan LQ45 yang Terdaftar di BEI Periode 2005-2009. Faculty of Economics Gunadarma University
Liauw, J.S dan Trisnadi W. 2012. Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga
SBI, dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia. STIE MDP. pp 1-8
Malhotra,Nidhi. 2013. Determinants of Stock Prices: Empirical Evidence from NSE 100
Companies. International Journal of Research in Management & Technology (IJRMT) ISSN: 2249-9563. Vol. 3 No. 3, pp 86-95
Mardiyanto, Handoyo. 2009. Intisari Manajemen Keuangan. Jakarta: PT Grasindo.
Mousa, S. Nori, Waleed A.S, Abdul B.H, Marwan M.A. 2012. The Relationship Between
          Inflation and Stock Price (A Case of Jordan). IJRRAS. Vol. 10 Issues 1. pp 46-52
Nata Wirawan, I Gusti Putu. 2002. Cara Mudah Memahami Statistik 2 (Statistik Inferensia)
          untuk ekonomi dan bisnis, Denpasar : edisi kedua, Keraras Emas.
Novianto, Aditya. 2011. Analisis Pengaruh Nilai Tukar (Kurs) Dollar Amerika/Rupiah,
Tingkat Suku Bunga SBI, Inflasi, dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia. Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang
Nugraha, Wahyu. 2014. Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Tukar, Indeks Dow, dan Indeks
NIKKEI 225 Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI. Skripsi Sarjana Jurusan Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Denpasar.
M. G. P. D, Menike dan U. S. Prabath. April 8, 2014. The Impact of Accounting Variables on
Stock Price: Evidence from the Colombo Stock Exchange, Sri Lanka. International Journal of Business and Management, 9 (5).
Nurmalasari, Indah. 2009. Analisis Pengaruh Rasio Profitabilitas Terhadap Harga Saham
Emiten LQ45 yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005 – 2008. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, pp: 1-9.
Octavia, Sri M. 2010. Pengaruh Tingkat Bunga SBI, Nilai Tukar dan Jumlah Uang Beredar
Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Property dan Real Estate Dengan Pendekatan Error Correction Model. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang
Pasaribu, R.B. Fernando. 2008. The Influence of Corporate Fundamentals to its Stock Price,
Studi Kasus Bursa Efek Indonesia. Journal of Economics and Business, Vol. 2 No. 2. pp 101-113
Pradipta, Gilang, 2012, The Influence of Financial Ratio towards Stock Price, 2012 –
Empirical Study on Listed Companies in Indonesia Stock Exchange of LQ45 in 2009-2011), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Purnamawati, I G.A. 2015. The Influence of Corporate Characteristic and Fundamental
Macro-economy Factor of Automotive Company Stock Price on Indonesia Stock Exchange. International Journal of Business, Economics and Law, Vol. 6, Issue 1 (Apr.) ISSN 2289-1552
Putra, G.Sanjaya Adi dan P. Dyan Yaniartha. 2014. Pengaruh Leverage, Inflasi, dan PDB
pada Harga Saham Perusahaan Asuransi. ISSN : 2302 – 8556 Ejurnal Akuntansi Universitas Udayana 9.2 (2014). pp 449-464
Putranto, Lucky. 2014. The Effect of Net Profit Margin (NPM), Return On Assets (ROA), and
Earning Per Share (EPS) on Stock Prices on Real Estate and Property Companies Listed on IDX period 2011-2014. Journal Presented in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of Bachelor of Economics and Business.
Ratih, Dorothea, Apriatni E.P, dan Saryadi. 2013. Pengaruh EPS, PER, DER, ROE Terhadap
Harga Saham pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2010-2012. Diponegoro Journal of Social and Politic. pp 1-12
Safitri, Lail Riya.2013. Pengaruh Variabel-variabel Fundamental dan Teknikal Terhadap
Harga Saham Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Safitri, I.R and Suresh K. 2014. The Impact of Interest Rates, Inflation, Exchange Rates, and
GDP on Stock Price Index of Plantation Sector: Empirical Analysis on BEI in The Year Of 2008-2012. International Conference on Treds in Multidisiplinary Business and Economics Research Bangkok-Thailand. 27-28
Sari, Puspita. 2014. Pengaruh Current Ratio, Net Profit Margin, Return On Assets, Debt to
Equity Ratio, Total Asset Turn Over, dan Earning Per Share Terhadap Harga Saham (Studi Pada Perusahaan Barang Industri yang Go Public di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2013). Universitas Maritim Raja Ali Haji-Tanjung Pinang
Sari, Yuni,Kemala. 2012. Pengaruh Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia, Indeks
Saham Hang Seng, Kurs Dolar AS, dan Indeks Saham Dow Jones Industrial Average Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2010
Sihaloho, Lira. 2013. Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, dan Book Value (BV) Terhadap Harga
Saham Perusahaan Indeks LQ45 yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Tahun 2008-2011. Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang
Silviana, and Rocky. 2013. Analysis of Return On Assets and Earnings Per Share on The
Stock Market In The Banking Companies In Bursa Efek Indonesia (Indonesia Securities Exchange). 3rd International Conference on Management. pp 291-298
Sudana, I Made.2011.Manajemen Keuangan Perusahaan Teori dan Praktik.Jakarta:Erlangga.
Tandelilin, Eduardus. 2010. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi Ketujuh.
          Kanisius. Yogyakarta
Wang, Junjie, G. Fu and C. Luo. 2013. Accounting Information and Stock Price Reaction of
Listed Companies — Empirical Evidence from 60 Listed Companies in Shanghai Stock Exchange, Journal of Business & Management. Vol. 2. Issue 2
Widaningsih. 2013. Pengaruh Return On Assets (ROA), Debt to Equity Ratio (DER), Earning
Per Share (EPS) dan Dividen Per Share (DPS) Terhadap Harga Saham (Studi Pada Perusahaan Indeks LQ 45 yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2011). Jurnal Manajemen, pp: 1-15.
Yogaswari, D. Dwijayanthi, A.B. Nugroho, and N.C. Astuti, 2012, The Effect of
Macroeconomic Variables on Stock Price Volatility: Evidence from Jakarta Composite Index, Agriculture, and Basic Industry Sector, School of Business and Management, Bandung Institute of Technology, Indonesia, Vol. 46.18, pp 96-100
www.idx.co.id
www.bi.go.id


Sumber :




No comments:

Post a Comment